Mohon tunggu...
Arnawa Anargyavicenna
Arnawa Anargyavicenna Mohon Tunggu... Mahasiswa - UNIVERSITAS AIRLANGGA

S1 ADMINISTRASI PUBLIK

Selanjutnya

Tutup

Bola

Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober, Duka Sepakbola Indonesia

4 Mei 2023   11:25 Diperbarui: 4 Mei 2023   11:31 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tragedi Kanjuruhan merupakan tragedi kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan setelah pertandingan Liga 1 antara Arema FC dan Persebaya Surabaya pada sabtu malam tanggal 1 Oktober 2022. Laga tersebut dimenangkan oleh tim Persebaya Surabaya dengan skor 3-2. Setelah pertandingan selesai, beberapa oknum supporter Arema FC terlihat masuk ke lapangan dikarenakan kurang puas terhadap hasil pertandingan.

Bertambahnya oknum supporter yang masuk ke lapangan membuat kondisi di stadion diwarnai dengan kericuhan antara oknum supporter Arema FC dengan aparat keamanan. Hal ini yang membuat aparat keamanan melakukan penembakan gas air mata dengan tujuan untuk mengendalikan massa yang ricuh. Penembakan gas air mata oleh aparat justru memicu kepanikan di bagian tribun penonton sehingga banyak supporter yang berdesak desakan mencari pintu keluar. Akibatnya, terjadi penumpukan massa di satu titik pintu keluar yang menyebabkan banyaknya korban jiwa karena kesulitan bernafas.

Stadion Kanjuruhan menjadi saksi bahwa sepakbola Indonesia masih belum memiliki kualitas yang bagus. Hal ini diakibatkan oleh beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab, sehingga peristiwa ini dapat memunculkan perspektif yang buruk terhadap kualitas Liga Indonesia dan dapat menurunkan performa sepakbola Indonesia dimata dunia. Tragedi ini dapat memunculkan pertanyaan tentang kredibilitas dan kesiapan sepakbola Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20.

 Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Tragedi Kanjuruhan

Tragedi ini diawali dengan masuknya beberapa oknum supporter Arema FC ke lapangan yang bertujuan untuk meluapkan kekecewaannya terhadap pemain dan official tim Arema FC karena menelan kekalahan dari rivalnya yaitu Persebaya. Hal tersebut justru memancing para oknum supporter lainnya untuk masuk ke dalam lapangan sehingga hal ini membuat aparat keamanan memukul mundur para oknum supporter untuk keluar lapangan. 

Keadaan di lapangan tidak kondusif sehingga aparat keamanan menembakkan gas air mata kepada oknum suporter Arema FC baik yang berada di lapangan maupun di tribun. Penembakan gas air mata tersebut menyebabkan beberapa suporter panik dan berebut keluar stadion. Tetapi pintu stadion masih tertutup sehingga para penonton bertumpuk dan berdesak-desakan yang membuat para penonton mengalami sesak nafas hingga jatuhnya banyak korban jiwa.

Hal ini tentu menimbulkan persoalan di balik tragedi stadion Kanjuruhan. Banyak pihak yang mempersoalkan penggunaan gas air mata karena sangat berpengaruh terhadap terjadinya kerusuhan di stadion Kanjuruhan. ada juga beberapa pihak yang memberikan argumen bahwa penggunaan gas air mata merupakan suatu tindakan yang melanggar aturan FIFA terkait dengan pengamanan dan keamanan di stadion.  

Tetapi, penggunaan gas air mata bukanlah satu-satunya permasalahan. di samping itu, waktu pertandingan yang diadakan pada malam hari juga mendapat perhatian dari beberapa pihak. Pertandingan pada malam hari dianggap sebagai salah satu kontribusi yang besar dalam terjadinya tragedi di stadion Kanjuruhan.

Menurut Akmal Marhali selaku pakar sepakbola indonesia menyebut bahwa semua pihak yang terlibat harus bertanggung jawab terhadap insiden maut tersebut. Pihak-pihak ini antara lain PSSI sebagai federasi tertinggi sepakbola Indonesia, PT Liga Indonesia Baru (LIB) sebagai operator kompetisi, Panpel pertandingan serta aparat keamanan baik dari pihak kepolisian maupun pihak TNI, yang dimana pihak-pihak tersebut telah melanggar regulasi yang ada. Salah satu pelanggaran juga terjadi di kubu Panitia Pelaksana Pertandingan. 

Berdasarkan informasi yang ada, pihak keamanan memberikan saran agar Panpel mencetak tiket sesuai dengan kapasitas stadion yaitu 25 ribu tiket. Tetapi, Panpel menyediakan 45 ribu tiket dan telah terjual habis. Hal ini jelas melebihi kapasitas stadion dan Panpel dianggap telah melanggar prosedural yang fatal.

Selain itu, PT LIB selaku operator kompetisi tertinggi sepakbola Indonesia harus memikul tanggung jawab karena mereka yang bertugas mengatur jadwal seluruh pertandingan di Liga 1. Banyak masyarakat pecinta bola yang meminta PT LIB untuk menghapus jadwal pertandingan yang digelar pada malam hari dikarenakan sangat rawan mengganggu keamanan dan kenyamanan jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun