Mohon tunggu...
Anang Syaifulloh
Anang Syaifulloh Mohon Tunggu... Freelancer - Akun Pribadi

Pengagum Bapak Soekarno, namun untuk masalah wanita belum seahli beliau

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

"Gua Penjara" bagi Arsitektur Itu Berupa Instagram dan Pinterest

15 Februari 2020   12:00 Diperbarui: 16 Februari 2020   00:02 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Plato menggambarkan sebuah cerita tentang tawanan yang sejak lahir di gua. Mereka melihat cahaya dan bayangan saja. Asumsi yang terbentuk adalah cahaya api dan orang yang lalu lalang adalah kenyataan dan menganggap dunia luar seperti itu. Hingga suatu saat salah satu dari mereka bebas dan terkejut melihat kenyataan yang ada. 

Dunia begitu hijau, berbeda dengan gelap dan temaram yang ada di gua. Selama ini ia hanya melihat bayangan, bukan sosok asli. Ia hanya melihat citra manusia, bukan manusia asli sendiri. Begitu ia memberitahu teman-temannya yang ada di gua, mereka tidak percaya.  

Dunia referensi arsitektur kadang begitu. Referensi yang bertebaran di Internet, khususnya Instagram, Pinterest, sering dianggap sebagai kebenaran yang hakiki.

Gambar seperti benda mati. Ia tergantung pada intrepetasi mata yang melihat. Indah dalam mata belum tentu cocok dan fungsional apabila diterapkan pada hal lain. Pinterest dan Instagram sering dilihat sebagai alam nyata dari orang yang berada dalam gua.

Keduanya masih citra, Instagram dan Pinterest adalah gua kedua dalam cerita. Gua Plato jaman modern. Siapapun yang terjebak dalam gua modern arsitektur ini, bisa saja diterima oleh orang yang berada di gua. 

Tetapi ia mungkin hanya dianggap biasa saja oleh orang yang telah berada di dunia nyata arsitektur. Dunia yang memenuhi kebutuhan fungsional, keindahan dan sosial.

Klien biasanya seperti itu. Arsitek atau desainer dituntut untuk mengikuti gambar yang mereka lihat di Instagram. Tanpa mengetahui konteks, mereka ingin mererapkan apa adanya pada sebuah rumah/bangunan yang akan dibangun. 

Arsitek tentunya punya idealis sendiri. Tidak mungkin meniru saklek karya orang lain. Komunikasi menjadi kunci jalan tengah antara klien dan arsitek tersebut.

Dalam perkuliahan, dosen bertindak sebagai klien. Mereka memberi kriteria desain yang harus dipenuhi oleh mahasiswa arsitektur.

Beda klien di perkuliahan dan dunia nyata yaitu dosen sebagai klien mempunyai pengetahuan dan teori tentang arsitektur. Jadi meskipun ada bentuk bagus tetapi tidak memenuhi persyaratan, maka desain tersebut masih kurang maksimal.

Berbeda dengan klien di dunia nyata yang sebagian besar awam arsitektur. Pengetahuan tentang seni keindahan dan fungsional tidak sebanyak dosen. 

Disisi lain arsitek harus memenuhi keinginan klen karena bagaimanapun mereka yang akan membangun dan merasakan bangunan setiap harinya. Komunikasi yang baik menentukan apakah diskusi antara arsitek berjalan mulus atau berhenti di tengah jalan.

Arsitek tidak bisa serta merta menuruti idealisnya atau bisa dikatakan 'keegoisan desain'nya. Mereka dituntut untuk 'menyelipkan' pemahaman kepada klien tentang teori desain. Jadi apabila ada pertarungan pendapat dalam diskusi, ada teori yang digunakan. Bukan sekedar selera yang bermain. 

Misal klien punya selera warna hitam di sisi yang menghadap matahari, arsitek harus memberi pemahaman bahwa marna hitam dapat menyerap panas lebih tinggi dari warna lain. Komunikasi kecil ini yang perlu didiskusikan oleh arsitek.

Sayangnya, proses komunikasi seperti ini kurang diajarkan dalam proses perkuliahan. Ekspetasi dosen dan klien secara nyata tentu saja berbeda. Seperti penjelasan di atas.

Proses pendidikan desain yang dilakukan oleh arsitek sedikit demi sedikit akan memberi pemahaman kepada klien bahwa desain tidak hanya bagus pada tampilan, tetapi juga kesesuaian dengan cuaca, kondisi tapak dan fungsi yang akan diraih. Arsitek harus menarik klien mereka dari gua yang memenjarakan yaitu Instagram dan Pinterest. 

Bukan berarti Pinterest dan Instagram jelek. Tidak seperti itu. Keduanya adalah dunia referensi yang tidak serta merta diterapkan dalam segala kondisi.

Sama seperti informasi kesehatan yang banyak beredar di internet. Apakah dengan info tersebut semua orang berhak mengdiagnosis penyakit dari seseorang? tentu tidak. Begitulah gambaran peran arsitek.

Tentunya tidak semua arsitek selalu sudah keluar dari gua modern ini. Karena gua modern tidak hanya berupa media sosial. Masih ada beberapa lagi yang akan dibahas di tulisan selanjutnya. Arsitek yang telah keluar dari gua merasakan dunia yang berwarna-warni. 

Langkah selanjutkan akan menentukan. Apakah mereka akan terjebak kedua kali di dunia penuh gemerlap ini atau berhasil mencapai puncak seseorang yang telah menemukan 'suwung' dalam dunia arsitektur?

Referensi: Kritik Arsitektur untuk Mahasiswa (Realrich Sjarief)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun