Seminggu setelah Pemilu 2019 berlalu, dunia politik Indonesia masih saja panas. Banyak yang mengira tanggal 17 April adalah akhir dari ketegangan Pilpres ini. Nyatanya tidak. Ketegangan semakin menjadi. Kedua kubu sudah mengklaim kemenangan. Pemilu kali ini benar-benar mempolarisasikan kedua kubu. Rekonsiliasi yang ditunggu oleh banyak pihak masih menjadi sebuah harapan saja.
Kedua kubu berdalih klam kemenangan bertujuan untuk menjaga semangat relawan untuk mengawal hasil pemilu. Mereka ingin memberi harapan kepada pendukung. Kemungkinan kemenangan masih ada sampai pengumuman yang akan dilakukan KPU 22 Mei nanti. Masyarakat harus menunggu lagi. Dulu mereka berharap 17 April menjadi hari yang tenang. Mereka harus menunggu lagi setidaknya sampai 22 Mei. Itupun belum tentu ketegangan ini akan selesai. Pasti ada kubu yang tidak terima pihaknya kalah. Mau sampai kapan begini?
Masyarakat dibuat bingung dengan kedua klaim kemenangan. Klaim yang masif dari kedua kubu menimbulkan gejolak di masyarakat. Presiden Indonesai yang terpilih itu Jokowi atau Prabowo. Gejolak ini berawal dari sikap ketidak percayaan kepada KPU. Hal ini terlihat dari pengamatan yang dilakukan oleh Ismail Fahmi, Founder Drone Emprit and Media Kernels Indonesia. Sebuah sistem yang mengamati percakapan orang di media sosial.
Tren percakapan tentang KPU tertinggi berada di Twitter dengan 53,7 K twit. Disusul dengan Media Online dengan 23,3 K mention. Media sosial lain menunjukkan angka rendah, hanya 5,5 di IG dan 4,3 di FB. Lima akun influencer tertinggi yang 'bertarung' dalam percakapan ini didominasi oleh 3 akun dari golongan 02 dan 2 akun dari pihak 01. Meskipun golongan 02 lebih besar.Â
Pendukung 02 membangun narasi agar KPU jujur di bawah pengawasan observer internasional. Misalnya Rizal Ramli usul agar Carter Center diundang. Tagar IndonesiaCallsObservers menjadi tagar paling populer. Tren tertinggi terjadi pada tanggal 25 Maret 2019, yang mencapai 127k twit dalam sehari. Twit juga menunjukkan asal wilayah berasal. Provinsi Jawa Barat dan Jakarta menempati posisi tertinggi. Secara umum dapat dikatakan kedua daerah ini menjadi daerah yang 'paling tidak percaya' dengan KPU.
Isu lain yang sedang panas adalah tuduhan kecurangan dan keberpihakan KPU kepada salah satu paslon. Ditandai dengan banyaknya protes tentang kekeliruan input data ke dalam sistem hitung KPU. Kedua kubu sama-sama menyebarkan salinan C1 yang tidak cocok dengan hasil di sistem.