Mohon tunggu...
Anang Syaifulloh
Anang Syaifulloh Mohon Tunggu... Freelancer - Akun Pribadi

Pengagum Bapak Soekarno, namun untuk masalah wanita belum seahli beliau

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Sarjana Susah Kerja, Jadi Panitia Pemilu kan Bisa

15 April 2019   12:58 Diperbarui: 15 April 2019   18:25 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bapak kemarin cerita, dia diminta untuk menjadi ketua KPPS di TPS dekat rumah. Kemudian beliau sambat tentang capeknya jadi ketua. Jadi penanggung jawab berlangsungnya pemilihan, harus pastikan jumlah surat suara yang tercoblos dan surat suara sisa. Sampai harus bolak-balik ke kantor kecamatan untuk rapat. Akhir cerita beliau bilang, walaupun tanggung jawabnya besar, bayarannya cuma beda dikit hehe

Bapak sudah menjadi ketua KPPS semenjak saya masih kelas 4 SD, yaitu ketika pemilu langsung pertama kali tahun 2004. Jadi ini pemilu ke 4 bapak ikut menjadi Panitia Penyelenggaran Pemungutan Suara. Tiga kali menjadi ketua, pemilu tanggal 17 nanti bapak menjadi anggota biasa.

Kali ini bapak benar-benar tidak mau menjadi ketua KPPS. Bukan karena bayarannya sedikit ya. Tugas ketua kpps sekarang lebih ribet bagi bapak yang sudah berusia 50 an. Apalagi sekarang serba digital. Hasil pemungutan suara harus diinput ke sistem kpu. Nah ini yang membuat bapak kesulitan. Lha mematikan leptop saja bapak harus panggil adek saya.

Maka dari itu anggota KPPS sekarang banyak yang dari golongan muda. Ketanggapan dan mobilisasi tinggi dari anak muda dibutuhkan untuk pemilu kali ini. Ada 5 surat suara yang diperoleh oleh tiap pemilih berarti panitia harus menghitung lima kali lipat jumlah pemilih. Jika satu TPS saja ada 200 pemilih, berarti ada 1000 surat suara yang harus dihitung.

Butuh tenaga ekstra kan untuk menjadi anggota KPPS. Tingkat konsentrasi juga harus dijaga. 1000 surat suara kemungkinan akan selesai sampai malam. Belum lagi kalau ada ketidak cocokan antara DPT (Daftar Pemilih Tetap) yang menggunakan hak pilihnya dengan surat suara yang digunakan. Tambah ribet, sampai begadang pun bisa.

Mengenai begadang ada sosok yang pas dengan penggambaran ini. Mahasiswa. Sudah biasa kan kalian begadang untuk mengerjakan tugas atau hanya untuk ngopi di kafe. Kalian juga sudah biasa mengoperasikan komputer. Emang masih ada mahasiswa yang gaptek?

Mobilitas kalian juga masih tinggi. Bolak balik kantor kecamatan untuk rapat juga tidak masalah. La bolak-balik rumah gebetan yang jaraknya jauh pun dilakukan apalagi kalau cuma ke kantor kecamatan. Jadi ingat dengan seorang bucin yang rela jam dua malem nganterin softek dari Tembalang ke UNNES Semarang. Jaraknya 17 km dan gelap. Sungguh perjuangan yang berat. Demi wanita saja sudah begini, demi negara bisa kan?

Kalian juga sudah sering rapat yang sering tidak menghasilkan apa-apa. Paling senior bilang ini melatih daya kritis. Halah, daya kritis atau daya ngeyel. Rapat yang tidak dibayar saja kalian mau apalagi rapat di kantor kecamatan yang dibayar dan dapat nasi kotak.

Menjadi anggota KPPS juga merupakan pekerjaan freelence. Membuka lapangan kerja. Kemarin ada video viral tentang seorang mahasiswa yang baru lulus kemudian mengeluhkan sedikitnya lapangan kerja. Nyalahin pemerintah. Coba tanya dia, mau tidak jadi anggota KPPS?

Buat sarjana yang masih nganggur, menjadi panita KPPS bisa menjadi pengisi waktu luang. Sambil menunggu panggilan kerja datang. Sarjana bisa diandalkan. Apalagi di desa. Sarjana masih memiliki nilai lebih dan lebih diutamakan dalam hal mengurus sesuatu. Katanya lebih intelektual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun