Mohon tunggu...
Ananditamala Syalwa Heryana
Ananditamala Syalwa Heryana Mohon Tunggu... Student Colledge, Writer, Passionate Learner

Berusaha membagikan cerita lewat alunan kata, entah lewat narasi argumentasi atau juga deskripsi.

Selanjutnya

Tutup

Seni

Public Speaking hanya untuk Ekstrovert: Berkaca dari Pengalamanku

29 September 2025   20:00 Diperbarui: 29 September 2025   19:32 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
the man standing at podium (Sumber: pinterest)

Public speaking adalah seni menyampaikan pesan---bukan sekadar tampil di depan orang tanpa arah. Dalam studi komunikasi, public speaking dikenal sebagai keterampilan yang bisa dipelajari, bukan bakat bawaan (Lucas, The Art of Public Speaking).

Salah satu fondasi utamanya adalah jenis gaya penyampaian. Menurut teori komunikasi standar, ada empat pendekatan:

  • Reading (membaca naskah),
  • Memorizing (menghafal kata demi kata),
  • Impromptu (berbicara spontan), dan
  • Extemporaneous (berbicara dengan panduan kerangka).

Yang terakhir inilah yang paling direkomendasikan---karena memungkinkan kita berbicara secara alami, menjaga kontak mata, dan tetap responsif terhadap audiens.

Sayangnya, dulu saya justru memilih gaya memorizing. Saat pertama kali tampil pidato dalam bahasa Inggris di sebuah lomba speech competition---dan kebetulan dinilai langsung oleh Sir Nana--- dosen mata kuliah public speaking; saya menghafal seluruh naskah. Hasilnya? Penampilan saya kaku, banyak bagian terlupa, dan terasa seperti robot yang kehilangan jiwa. Kini saya paham: kepercayaan diri bukan datang dari hafalan sempurna, tapi dari persiapan yang cerdas.

Dan inilah mitos besar yang perlu kita hancurkan:

"Hanya orang ekstrovert yang jago public speaking."

Faktanya, introvert justru punya keunggulan alami: mereka terbiasa berpikir sebelum berbicara, menyusun ide secara terstruktur, dan tidak takut pada jeda. Padahal, jeda (pause) adalah salah satu alat paling ampuh dalam komunikasi. Seperti yang sering ditekankan dalam pelatihan komunikasi modern:

"Jeda memberi ruang bagi kata-katamu untuk bernapas---dan bagi audiens untuk memahami."

(Berdasarkan prinsip komunikasi dari video edukasi: "Become a Confident English Speaker", YouTube, 2024) 

Banyak juga yang percaya bahwa kepercayaan diri itu bawaan sejak lahir. Padahal, para pelatih komunikasi menegaskan: kepercayaan diri dibangun lewat tindakan konsisten. Ia tumbuh saat kita berani berlatih, bertanya saat tidak paham, dan tetap melanjutkan meski sempat salah. Bahkan, membuat kesalahan di panggung adalah hal normal---yang membedakan pembicara hebat bukanlah ketiadaan kesalahan, tapi kemampuan mereka untuk tetap tenang dan melanjutkan.

(Sumber: "Be a More Confident Public Speaker", YouTube, 2024)

Selain itu, bahasa tubuh memainkan peran krusial. Berdiri tegak dengan kaki selebar bahu, menggunakan gestur tangan yang terarah (seperti telapak terbuka untuk menunjukkan keterbukaan, atau gerakan "memotong" untuk menekankan poin), serta kontak mata yang tulus---semua ini memperkuat pesan verbal kita. Senyum kecil dan anggukan setelah poin penting juga bisa menciptakan koneksi emosional dengan audiens.

(Lihat: "Body Language for Presentations" & "Best Hand Gestures for Public Speaking", YouTube, 2024)

Tak kalah penting: pahami tujuanmu.

Apakah kamu ingin menginformasikan (seperti menjelaskan prosedur kerja) atau meyakinkan (seperti mengusulkan ide baru)? Keduanya membutuhkan strategi berbeda. Presentasi informatif fokus pada kejelasan dan data; presentasi persuasif membangun argumen dengan struktur masalah-solusi. Sering kali, keduanya menyatu---tapi kita harus tahu mana yang dominan.

(Berdasarkan konsep dari video: "Informative vs Persuasive Speaking", YouTube, 2024)

Kini, saya menyadari bahwa public speaking bukan tentang menghilangkan rasa gugup sepenuhnya. Ia tentang mengelola ketakutan itu dengan persiapan, teknik, dan pola pikir yang tepat---seperti prinsip "Triple P": Prepare, Posture, and Pander to your audience (siapkan materi, atur postur tubuh, dan sesuaikan dengan audiens).

(Sumber: "Be a More Confident Public Speaker", YouTube, 2024)

Pelajaran terbesar yang saya petik? Untuk menjadi pembicara yang efektif, fokuslah pada tiga hal:

  • Persiapan materi yang matang---gunakan kerangka, bukan hafalan,
  • Kuasai alat komunikasi nonverbal: jeda, bahasa tubuh, dan intonasi,
  • Ubah cara pandang: kesalahan bukan kegagalan, tapi bagian dari proses belajar.

 Karena pada akhirnya, public speaking bukan tentang menjadi sempurna---tapi tentang berani hadir, berbagi, dan tumbuh bersama audiensmu. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun