Mohon tunggu...
Ananda Ramadhani
Ananda Ramadhani Mohon Tunggu... Analis di OJK

Seorang genZ working mom

Selanjutnya

Tutup

Financial

Ketika Emas Menjadi Harapan, Bukan Sekadar Simpanan

28 September 2025   17:58 Diperbarui: 28 September 2025   17:58 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Di Indonesia, emas telah lama memiliki makna yang lebih dalam daripada sekadar benda berharga atau perhiasan. Bagi banyak keluarga, terutama mereka yang hidup dalam ketidakpastian ekonomi, emas menjadi pilihan tradisional yang menyimpan rasa aman. Ia menjadi simbol ketahanan ekonomi, alat simpan nilai, dan bentuk warisan lintas generasi. Selain karena dikenal sebagai aset yang tidak mudah tergerus inflasi dan tahan terhadap krisis, emas dapat diandalkan ketika kebutuhan mendesak muncul. Namun di sisi lain, bagi jutaan masyarakat yang berada di sektor informal---seperti pedagang kecil, buruh harian, hingga pelaku UMKM---emas seringkali hanya menjadi impian. Bukan karena mereka tidak memahami nilainya, tetapi karena akses terhadap emas selama ini dianggap mahal, rumit, atau berisiko untuk disimpan sendiri.

Situasi ini menciptakan jurang pemisah antara keinginan memiliki aset yang stabil dengan realitas keterbatasan. Harga emas yang tinggi menjadikan banyak keluarga kecil berpikir dua kali sebelum menyisihkan uang mereka untuk membeli emas. Kalaupun bisa membeli, tempat penyimpanan menjadi masalah lain---karena menyimpan emas di rumah, apalagi dalam jumlah kecil yang mudah dicuri, bukanlah pilihan yang aman. Di tengah keterbatasan ini, lembaga keuangan formal pun tak selalu menjadi tempat yang ramah. Proses yang berbelit, syarat agunan yang besar, dan kurangnya edukasi keuangan membuat banyak orang memilih jalan sendiri-sendiri untuk bertahan. Padahal, kebutuhan akan alat simpan nilai dan instrumen pembiayaan yang terjangkau sangat nyata.

Melihat realitas tersebut, Pegadaian hadir membawa pendekatan baru yang menjawab kebutuhan masyarakat bawah secara lebih inklusif. Melalui layanan Bank Emas, Pegadaian membuka jalan bagi masyarakat kecil untuk bisa mengakses emas secara mudah, aman, dan bertahap. Konsep Bank Emas bukan hanya menawarkan produk keuangan, tetapi juga menjalankan misi sosial: membawa emas turun dari menara gading kemewahan ke ruang-ruang sederhana keluarga Indonesia. Komitmen ini tercermin dalam semangat mengEMASkan Indonesia, yaitu menjadikan emas sebagai instrumen pemberdayaan ekonomi yang bisa diakses oleh siapa pun---bukan hanya mereka yang sudah mapan secara finansial.

Ambil salah satu contoh nyata dari dampak layanan ini dapat ditemukan di pinggiran kota. Di sebuah gang kecil, seorang ibu rumah tangga bangun setiap pukul empat pagi untuk memasak lauk pauk yang akan dijual di lapak sederhana depan rumah kontrakannya. Pendapatannya pas-pasan, namun cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar: membeli beras, membayar listrik, dan menyekolahkan anak. Di balik rutinitas yang nyaris tak pernah berubah itu, seorang ibu itu memiliki satu kebiasaan yang diwariskan turun temurun sejak dulu: menyisihkan uang sedikit demi sedikit untuk membeli emas. Ia percaya, emas adalah pegangan yang tak akan hilang nilainya. Suatu saat, ia berpikir, emas itulah yang akan menjadi sandaran jika keluarga mengalami kesulitan.

Namun, pengalaman pahit menghampirinya. Emas kecil yang berhasil ia beli dengan susah payah---emas batangan seberat satu gram---hilang dicuri saat rumahnya kemalingan. Sejak itu, ia enggan membeli emas lagi. Ketakutan menyimpan emas di rumah mengalahkan keinginannya untuk menabung. Harapannya untuk punya simpanan yang aman pun kandas. Sampai suatu hari, seorang tetangga bercerita tentang Tabungan Emas Pegadaian. "Nggak perlu beli sekaligus, Bu. Sekarang ada tabungan emas, bisa mulai dari seribu rupiah," kata tetangganya. Pegadaian kini punya layanan Bank Emas, tempat orang bisa menabung emas seperti menabung uang.

Didorong rasa penasaran, seorang ibu tersebut datang ke outlet Pegadaian terdekat. Di sana, ia bertemu petugas yang menjelaskan bahwa Pegadaian menyediakan berbagai layanan berbasis emas: mulai dari tabungan emas digital, deposito emas, hingga pinjaman modal berbasis saldo emas. Yang membuatnya takjub, ia bisa membuka rekening tabungan emas hanya dengan dua puluh ribu rupiah. Saldo emasnya bisa dipantau kapan pun melalui aplikasi dan ia tak perlu lagi menyimpan fisik emas di rumah. Ia pun mulai menabung sedikit demi sedikit setiap kali jualannya laris. Lama-kelamaan, saldo emasnya bertambah. Bahkan ketakutan yang dulu menghantuinya kini berganti menjadi rasa aman dan percaya diri.

Dua tahun berlalu dan dengan saldo emas yang sudah terkumpul, ia mulai memimpikan sesuatu yang lebih besar. Ia ingin membeli gerobak agar bisa berjualan di lokasi yang lebih ramai dan strategis. Kali ini, ia kembali ke Pegadaian, bukan untuk menabung, tetapi untuk mengajukan pinjaman modal dengan menjaminkan saldo emas yang telah ia kumpulkan. Prosesnya cepat dan mudah. Tak perlu berkas rumit atau agunan tambahan. Dalam waktu singkat, pinjaman cair, dan ia bisa membeli gerobak serta peralatan baru. Usahanya berkembang dan ia bahkan bisa mengajak adiknya yang baru saja terkena PHK untuk ikut berjualan bersama.

Kisah ibu pedagang UMKM hanyalah satu dari banyak cerita yang menunjukkan bagaimana layanan Bank Emas Pegadaian mampu mengubah hidup masyarakat kecil. UMKM sering kali terjebak dalam dilema likuiditas: kebutuhan modal yang mendesak, tetapi akses ke pinjaman formal yang terbatas. Sementara itu, banyak dari mereka sudah memiliki emas, atau bisa mulai menabung emas dalam jumlah kecil. Layanan gadai emas dan pinjaman berbasis emas digital menjawab kebutuhan ini secara etis dan berkelanjutan. Alih-alih menjual emas di saat terdesak, mereka bisa menggadaikannya untuk memperoleh dana tunai dalam waktu singkat, lalu menebusnya kembali ketika kondisi membaik.

Keunggulan layanan ini tidak hanya terletak pada fleksibilitas produknya, tetapi juga pada aksesibilitasnya. Pegadaian memanfaatkan teknologi digital untuk menjangkau lebih banyak masyarakat. Melalui aplikasi mobile, siapa pun kini bisa membuka tabungan emas, mengecek saldo, melakukan top-up, hingga mencairkan dana gadai, tanpa harus keluar rumah. Inklusi digital ini sangat krusial, terutama bagi masyarakat yang tinggal di wilayah pelosok atau memiliki mobilitas terbatas. Akses terhadap emas tidak lagi bergantung pada jarak fisik, tetapi pada koneksi dan kepercayaan.

Di sisi lain, penyimpanan emas secara digital juga menjawab kekhawatiran akan keamanan. Musibah seperti kehilangan emas karena pencurian adalah salah satu dari jutaan realita yang umum dihadapi keluarga kecil. Dengan sistem penyimpanan terpusat dan terjamin yang dimiliki Pegadaian sebagai BUMN, masyarakat tidak hanya menabung emas, tetapi juga membeli rasa aman. Ini menumbuhkan kepercayaan terhadap lembaga formal dan mengubah cara pandang terhadap pengelolaan aset.

Layanan Bank Emas juga memberikan pilihan bagi masyarakat untuk merencanakan masa depan jangka panjang. Melalui produk seperti Cicil Emas, keluarga bisa mencicil pembelian emas batangan untuk kebutuhan pendidikan anak, dana pensiun, atau dana darurat. Emas menjadi bentuk tabungan yang tidak hanya tahan inflasi, tetapi juga mudah diwariskan. Dalam konteks ini, emas tidak lagi menjadi milik kalangan elite, tetapi alat ketahanan ekonomi yang bisa dimiliki siapa saja. Setiap gram emas yang dimiliki bukan hanya mencerminkan nilai materi, tetapi juga harapan akan masa depan yang lebih stabil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun