Beberapa waktu lalu kita melihat bagaimana sebuah demo berakhir ricuh, hingga aparat menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa. Sayangnya, di sekitar lokasi masih ada anak-anak usia dini yang ikut terkena dampaknya. Padahal, masa usia dini dikenal sebagai masa emas perkembangan anak, di mana tubuh dan jiwa mereka sedang tumbuh dengan sangat pesat. Saat kondisi ini terganggu oleh situasi yang penuh tekanan, dampaknya bisa lebih besar daripada yang kita bayangkan.
Secara medis, gas air mata punya kandungan zat kimia yang dapat membuat mata perih, hidung tersumbat, tenggorokan kering, dan pernapasan terganggu. Orang dewasa mungkin masih bisa bertahan, tetapi bagi anak-anak efeknya jauh lebih berat. Mereka bisa sesak napas, batuk terus-menerus, bahkan sampai muntah. Risiko ini makin besar kalau si anak punya riwayat penyakit, misalnya asma. Karena sistem tubuh mereka masih belum sekuat orang dewasa, paparan semacam ini bisa berbahaya dan meninggalkan masalah kesehatan jangka panjang.
Selain gangguan fisik, jangan lupakan dampak psikologisnya. Anak usia dini belum paham apa yang sebenarnya terjadi. Mereka hanya merasakan kepanikan di sekitar, suara gaduh, dan rasa sakit karena gas air mata. Kondisi ini bisa membuat anak merasa trauma: jadi mudah takut, sulit tidur, atau cemas ketika mendengar suara ribut. Kalau tidak ditangani, pengalaman ini bisa terbawa sampai mereka lebih besar, memengaruhi rasa aman dan kepercayaan diri anak. Padahal, anak di usia ini justru butuh lingkungan yang penuh dengan rasa nyaman dan kasih sayang.
Peristiwa seperti ini seharusnya jadi pengingat bahwa anak-anak adalah pihak yang tidak ada hubungannya dengan konflik, tapi sering kali ikut menjadi korban. Penggunaan cara-cara keras seperti gas air mata di tengah area yang ada pemukiman jelas membahayakan mereka. Kita perlu menyadari bahwa melindungi anak adalah tanggung jawab bersama, baik pemerintah, aparat, maupun masyarakat. Dengan begitu, cara pengendalian massa bisa tetap dilakukan, tapi tanpa mengorbankan kelompok yang rentan, terutama anak-anak.
Untuk anak-anak yang sudah terlanjur terdampak, dukungan dari orang tua dan lingkungan sekitar sangat penting. Menenangkan anak, mendengarkan ceritanya, dan menjaga rutinitas sehari-hari bisa membantu mereka pulih lebih cepat. Kalau gejala fisik terasa berat, segera bawa ke tenaga medis. Begitu juga kalau terlihat ada tanda trauma, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional seperti psikolog anak. Ke depan, pemerintah perlu lebih serius menyusun kebijakan pengamanan yang ramah anak. Karena masa depan bangsa ini sangat bergantung pada generasi kecil yang tumbuh sehat, bahagia, dan merasa aman di lingkungannya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI