Menurut hukum Islam, perkawinan itu dapat putus karena beberapa sebab, antara lain: karena putus dengan sendirinya (karena kematian), karena adanya perceraian, karena adanya putusan Pengadilan, karena terjadi Nusyuz di pihak suami istri, terjadinya Syiqoq atau percekcokan dan perselisihan antara suami dan istri, dan salah satu pihak melakukan perbuatan zina ataupun saling menuduh karena perzinahan. Sedangkan menurut pasal  39 Undang Undang Perkawinan (UUP) menyatakan bahwa putusnya perkawinan atau hal yang menyebabkan percerain hubungan suami istri yakni kematian salah satu pihak, perceraian dan atas keputusan hakim.Â
Berbeda dengan pasal 199 KUHPerdata yang menyebutkan bahwasannya perkaawinan dapat bubar atau putus dikarenakan manakala salah satu pihak mengalami kematian, ketidak hadiran ditempat ( Afwezig Heid ) oleh salah satu pihak selama 10 tahun dan di ikuti dengan perkawinan baru, kemudian ada keputusan hakim setelah pisah meja dan tempat tidur dan yang terakhir dikarenakan perceraian yang di inginkan kedua pihak.Â
Berbeda dengan Hukum Adat yang memberikan pemaparan terkait putusnya perkawinan, yang biasanya disebabkan oleh istri berzina, salah satu pasangan mandul, seorang suami yang tidak bisa memenuhi kebutuhan sepeerti mencari nafkah dan kepuasan lahir batin. Islam telah memberikan tinjauan agar perkawinan itu diikuti dan dilaksanakan selama-lamanya dan bersifat abadi, ditambahi rasa kasih sayang dan saling mencintai antara pihak suami dan istri. Islam juga tidak membolehkan perkawinan yang pelaksanaannya untuk sementara waktu saja tidak bersifat selamanya, untuk melepaskan hawa nafsu yang menggunakan istilah perkawinan sebagai tabir kepalsuannya saja.Â
Ketika ikatan perkawinan sudah tidak mampu lagi untuk dipertahankan, rumah tangga yang mereka bina tidak lagi memberi rasa damai terhadap pasangan suami istri, maka Islam mengatur tata cara untuk mengakhiri dirinya supaya tidak terjebak dalam perceraian sebagai jalan akhir. Namun, tak jarang juga beberapa perceraian pada kenyataan bisa disebabkan oleh hal hal yang dianggap masalah sepele tetapi, bisa berdampak sebagai ppenghancur dan pengakhir dari sebuah rumah tangga seseorang.
Indramayu adalah salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Barat. Kabupaten Indramayu terletak di pesisir utara Pulau Jawa dengan jumlah penduduk 1,719 juta jiwa yang terbagi dalam 31 kecamatan Dan 305 desa. Lokasi strategis dari Indramayu yang berbatasan  dengan  Laut Jawa serta  menjadi jalur utama Pantura. Indramayu juga dikenal sebagai Kota mangga yakni sentra mangga terbesar di Indonesia. Dibalik tersohornya kabupaten Indramayu tersimpan catatan pilu dalam  maraknya kasus perceraian.Â
Pada kasus perceraian tentunya memiliki beberapa faktor penyebab. Faktor penyebab yang terjadi bagi setiap hubungan keluarga, umumnya melakukan tindakan cerai sebagai solusi terakhir apabila tidak ada pemecahan solusi bagi keluarganya. Terdapat berbagai faktor penyebab dalam tingginya perceraian jika melihat kondisi sosial di Indramayu.Â
Salah satunya yaitu seperti yang diungkapkan oleh Kepala Pengadilan Agama Indramayu dengan mengatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab tingginya perceraian di Indramayu sehingga wajar dalam tingkat perceraian di Indramayu masih dalam urutan tertinggi dibandingkan dengan kota Malang maupun Surabaya.Â
Pada kasus banyaknya perceraian di Indramayu, 70 persennya merupakan kasus gugatan yang dilakukan oleh istri.[2] dari informasi di tersebut bahwa dalam kasus perceraian di Indramayu lebih dominan oleh kaum hawa dibandingkan oleh kaum laki-laki. Tingginya angka perceraian yang dilakukan oleh perempuan sehingga muncul ketimpangan dari berbagai aspek terlebih budaya dan sosial Mengetahui peristiwa perceraian serta faktor-faktor penyebab dari banyaknya kasus perceraian yang terjadi di Indramayu.
Terkait perubahan sosial, Kuntowijoyo menjelaskan bahwa untuk menelusuri sejarah sosial dalam arti perubahan sosial dikategorikan pada model sistematis. Dalam bukun  Sosial Change in America yang ditulis oleh Thomas C. Cochran menjelaskan terdapat beberapa elemen yang akan dijadikannya ukuran bagi perubahan sosial tersebut.[1] Begitupun dalam penelitian sejarah perceraian di Indramayu, terdapat elemen-elemen yang menghubungkan banyaknya perceraian di Indramayu dengan melihat perubahan di setiap kurun waktunya.Â
Karena sejarah merupakan suatu perubahan atau history is change.Perubahan sosial dan ekonomi akibat perpindahan kekuasaan itulah yang kemudian menyebabkan masyarakat Indramayu menjadi menurun dari segi perekonomiannya. Karena faktor ini pula masyarakat yang masih di usia produktif untuk meningkatkan pendidikan lebih condong tertarik pada dunia kerja. Yang menjadi alasan utamanya yaitu karena kebutuhan untuk menafkahi orang tuanya bahkan keluarganya sendiri. Karena kondisi sosial di Indramayu, di usia remaja bahkan masih di usia dini sudah menjalani hubungan rumah tangga. Ketidak mampuan orang tua untuk membiayai pendidikan anaknya sehingga wajar dalam usia yang masih relatif remaja sudah menyandang status berkeluarga.Â
Tidak dipungkiri juga dengan pendidikan yang rendah, masyarakat Indramayu selalu mencari pekerjaan sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau Tenaga Kerja Wanita (TKW). Alasan hasil yang lebih besar dengan melihat dari 5 teman maupun tetangganya yang terbilang sukses mengakibatkan rasa keinginan untuk mendaftarkan diri sebagai TKI/TKW pun telah muncul. Terlebih lagi jika kondisi keluarganya telah mengalami lilitan ekonomi. Sehingga, tindakan untuk mencari pekerjaan sebagai TKI/TKW merupakan tujuan yang di capai untuk merubah status perekonomiannya. Hal itu pula yang menyebabkan dari salah satu faktor banyaknya perceraian yang terjadi di Indramayu dengan tingkatan terbesar se-Jawa Barat bahkan se-Indonesia.