Mohon tunggu...
Anam Maulana
Anam Maulana Mohon Tunggu... Lainnya - anammaulana1

Hidup untuk Negeri dan Agama

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menilik Kebijakan Kemenkumham Mengenai Pembebasan Bersyarat Narapidana

22 April 2020   01:15 Diperbarui: 22 April 2020   04:02 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Yasonna Laoly (sumber gambar: pinterpolitik)

             

Pada 17 April 2020, jumlah pasien yang terinfeksi virus corona kian meningkat dengan berjumlah 5.923 pasien. Penyebaran virus dengan nama Covid-19 ini terus menekan pemerintah untuk mengambil berbaggai kebijakan untuk mencegah penyebarannya. Salah satu kebijakan yang sempat menjadi perbincangan hangat publik adalah pembebasan bersyarat terhadap narapidana yang dikeluarkan oleh Yasonna Laolyy selaku Menteri Hukum dan HAM.

Dilansir dari CNN Indonesia, Menurut Yasonna kebijakan memberikan asimilasi dan integrasi kepada warga binaan dilapas serta rutan overkapasitas dilakukan atas rekomendasi PBB untuk seluruh dunia. Sampai 11 April 2020, kementerian Hukum dan HAM tercatat telah membebaskan  36.554 narapidana lewat asimilasi dan integrasi. Dari jumlah itu, 33.902 narapidana dan 805 anak binaan bebas lewat asimilasi. Lalu 1.808 narapidana dan 39 anak binaan bebas lewat integrasi.[1]

Kebijakan ini menimbulkan berbagai pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat yang pro menggunakan perspektif HAM dan Kesehatan dalam menyikapi kebijakan yang dikeluarkan oleh Kemenkumham. Masyarakat menilai bahwa penjara yang ada di Indonesia sebagian besar tidak layak dengan populasi yang melebihi kapasitas. Peningkatan infrastruktur dengan jumlah populasi penjara sangat tidak sebanding. 

Hal ini dapat berakibat fatal apabila terdapat satu narapidana ataupun pengawas lapas dan rutan itu terinfeksi virus corona tentu besar kemungkinannya untuk membuat seluruh narapidana terinfeksi virus ini. Disisi lain, masyarakat yang kontra  dengan kebijakan berargumen bahwasanya pembebasan narapidana dalam jumlah yang sangat banyak ini dapat memunculkan ketakutan dilingkungan masyarakat, karena tidak menutup kemungkinan bahwasanya narapidana yang dibebaskan tersebut akan melakukan tindak pidana yang akan merugikan masyarakat lagi. 

Lalu, masyarakat yang kontra dengan kebijakan ini berspekulasi  bahwa tidak mungkin para narapidana tersebut akan terinfeksi virus Covid-19. Jika dilihat dari kacamata penjara dimana napi tersebut dikurung didalam penjara dan apabila pengelolaan atau manajemen yang dilakukan didalam rutan dan lapas tersebut baik maka kecil kemungkinan terdapat penyebaran Virus Covid-19.


Yasonna Laoly menepis semua pandangan masyarakat yang kontra dengan kebijakannnya. Narapidana yang dibebaskan harus memenuhi beberaoa syarat terlebih dahulu yakni melalui asimilasi dan integrasi.  

Dilansir tirto.id, Kriteria narapidana dan Anak binaan bebas yang dapat dibebaskan melalui asimilasi rumah yakni sebagai berikut:

1. Narapidana yang 2/3 masa pidananya jatuh sampai dengan 31 desember 2020.
2. Anak yang 1/2 masa pidananya jatuh sampai dengan 31 desember 2020.
3. Narapidana dan anak yang tidak terkait dengan PP No. 99 tahun 2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakat serta tidak menjalani subsider dan bukan warga negara asing.
4. Asimilasi  dilaksanakan dirumah sampai dengan dimulainya integrasi berupa pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat.
5. Surat keputusan asimilasi diterbitkan oleh kepala lapas, kepala LKPA, dan kepala rutan.

Kriteria narapidana dan anak binaan bebas yang dapat dibebaskan melalui integrasi yakni sebagai berikut :

1. Narapidana yang telah menjalani 2/3 masa pidananya.
2. Anak yang telah menjalani 1/2 masa pidanananya.
3. Narapidana dan anak yang tidak terkait PP No. 99 tahun 2012 serta tidak menjalani subsider dan bukan warga negara asing
4. Usulan melalui system data base pemasyarakatan.
5. Surat keputusan integrasi diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

Mengenai potensi penyebaran virus yang bernama Covid-19 ini, Yasonna Laoly menyatakan"kami berusaha keras untuk tidak terjadi, kami membuat kotak disinfektan bahkan sampai membuat protokol Covid-19. Namun siapa yang bisa jamin, yang masuk kedalam rutan tersebut pengawas. Pengawas ini tidak tinggal di lapas dan pulang kerumah, mereka pergi kepasar, dan lain-lain. Mereka yang membawa truk makanan masuk kedalam, mereka yang mencuci dan membersihkan. Saya tidak bisa menjamin anggota saya tidak terpapar dari luar. Hanya orang yang sudah tumpul rasa kemanusiaann dan yang tidak menghayati sila kedua Pancasila yang tidak menerima pembebasan napi di lapas overkapasitas."

Dapat kita simpulkan bahwa dari perkataan beliau mengenai potensi penyebaran corona didalam lapas dan rutan itu senada dengan argument dari masyarakat yang pro dengan kebijakan ini. Penulis sendiri mengerti maksud dari perkataan Menteri Hukum dan HAM, beliau sudah berusaha sebaik mungkin menjalankan tugasnya dengan menyeimbangkan antara penegakan hukum dengan penegakan HAM.

Namun, sayangnya kebijakan yang dibuat beliau bisa dikatakan terlalu terburu-buru dan bisa dikatakn sebijakan tersebut belum sempurna. Banyak sekali faktor yang menurut penulis kurang dipertimbangkan Kementerian Hukum dan HAM seperti faktor psikologis dari narapidana yang dibebaskan. 

Bagaimana bisa narapidana dibebaskan ditengah-tengah masyarakat yang saat ini sedang menghadapi pandemik ini? Bagaimana cara narapidana untuk bertahan hidup sedangkan saat ini ditetapkan PSBB? Pada akhirnya tanpa menutup kemungkinan narapidana ini akan melakukan tindak pidana lagi untuk bertahan hidup ditengah pandemi ini. Hal ini menjadi sebuah fakta sebagaimana yang bisa kita lihat dari media infotmasi.

Dilansir dari Kompas.com, terdapat 13 eks narapidana yang dibebaskan kembali melakukan kejahatan. Menurut pelaksana tugas direktur jendral pemasyarakat Nugroho dalam sebuah diskusi,"masih adanya kejahatan yang terjadi selama pandemic Covid-19 ini tidak terlepas dari persoalan perekonomian yang ada. Jangankan yang mantan narapidana, yang sudah bekerja di beberapa mal saja sudah jadi penganggguran karena di PHK.[2]

Salah satu kasus tindak pidana yang kembali dilakukan oleh eks narapidana yang dibebaskan ini adalah pencurian. Jika kita lihat banyak sekali media informasi yang memberitakan mengenai eks napi yang kembali lagi berulah dengan mencuri. Mari kita ambil salah satunya.

Dilansir dari CNN Indonesia, Polres Metro Jakarta Utara menembak mati seorang mantan narapidana berinisial AR karena kembali berulah  melakukan aksi pencurian dengan kekerasan di wilayah Tanjung Priok, Jakarta Utara. Kapolres Jakarta Utara Kombes Budhi Susianto mengatakan AR bebas karena mendapat asimilasi dari Kemenkumham ditengah wabah virus corona. Budhi menemukan barang bukti di dompet yang bersangkutan, ada surat asimilasi yang menunjukkan bahwa dia baru keluar dari asimilasi.[3]

Disini sekali lagi penulis sangat menyayangkan akan kasus ini, karena beberapa faktor yang kurang dipertimbangkan secara matang oleh Kemenkumham terkait pembebasan napi ditengah-tengah pandemi ini. Pembebasan narapidana dengan jumlah yang dapat dikatakan cukup besar alangkah baiknya Kementerian Hukum dan HAM mempertimbangkan lebih dalam lagi mengenai kemungkinan hal-hal yang akan timbul apabila narapidana tersebut dibebaskan. 

Dalam  pembebasan narapidana kita tidak hanya bisa melihat penyebab dari pembebasan narapidana tapi juga harus memandang akibat dari pembebasan tersebut. Harapan penulis semoga kebijakan pemerintah kedepannya lebih matang lagi dan semoga semua permasalahan yang dihadapi Indonesia segera selesai.

Footnote: 

[1] [2] [3]

sumber video : Channel Youtube Indonesia Lawyers Club

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun