Mohon tunggu...
A.A Ketut Jelantik
A.A Ketut Jelantik Mohon Tunggu... Penulis - Pengawas Sekolah

Pernah bekerja sebagai wartawan di Kelompok Media Bali Post, menulis artikel di sejumlah media cetak baik lokal maupun Nasional, Redaktur Buletin Gita Mandala Karya Utama yang diterbitkan APSI Bali, Menulis Buku-buku Manajamen Pendidikan, Editor Jurnal APSI Bali, dan hingga saat ini masih ditugaskan sebagai Pengawas Sekolah Jenjang SMP di Kabupaten Bangli-Bali serta Fasilitator Sekolah Penggerak angkatan 3

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menulis dan Kontemplasi Jiwa

22 Januari 2023   07:37 Diperbarui: 22 Januari 2023   07:38 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ket. Photo: Salah satu Hasil Kontemplasi Jiwa dalam bentuk Artikel di Media Cetak ( jelantik)

"Ternyata sulit juga ya Pak menulis seperti ini. Bingung dari mana mulainya." Tulis teman saya melalui WAG. " Ah...masak sih. Emangnya nulis yang lain nggak bingung?" tanya saya sambil insert  emoji  tertawa. Entah karena tidak suka dengan respon saya, teman tadi nggak ada komen lagi. Takut teman saya marah atau kecewa, cepat-cepat saya nulis " TETAP BERKARYA YA BROW"  lanjut saya. Tak lupa memberikan emoji kepala tangan tanda memberikan semangat atau motivasi. "Semoga saudara terus bersemangat dalam menulis," pikir saya.

Ya, menulis bukan pekerjaan mudah. Namun juga tidak sulit untuk dilakukan. Menulis selain memerlukan ketekunan juga membutuhkan ambisi besar. Ada adagium yang menyebutkan mulailah dari hal-hal kecil jika ingin menjadi besar. Perspektif yang sama juga berlaku bagi para penulis pemula. Hampir semua  penulis dengan nama besar. Penulis bereputasi, memulai karirnya dari hal kecil. Membaca berbagai jenis atau genre referensi. Mustahil bagi seseorang mampu menulis tanpa membaca karya orang lain. 

Membaca buku-buku referensi yang relevan. Kemudian membuat catatan kecil tentang buku yang dibaca tersebut. Ini menjadi modal penting untuk mengembangkan wawasan kita. Hal lain yang juga harus dilakukan adalah rajin mengumpulkan kliping tulisan orang lain khususnya yang sudah memiliki jam terbang banyak. 

Kita juga bisa melakukan telaah  artikel para kolumnis favoritnya di media cetak. Ini berguna sebagai bahan untuk memahami alur tulisan tersebut sekaligus dapat dijadikan pegangan untuk melihat anatomi tulisan yang bagus dan bisa diterima di media cetak. Pendek kata, dibutuhkan  "jam terbang" cukup lama sebelum benar-benar menjadi penulis.

Tak cukup bermodal ketekunan . Namun menulis juga harus memiliki ambisi besar. Sedikit ambisius agar mampu melahirkan karya yang maksimal. Penulis bukan dilahirkan bergitu saja seperti lahirnya bayi dari rahim ibu. Penulis dilahirkan dari sebuah proses kontemplasi jiwa. Kemauan besar untuk menulis merupakan dorongan dari dalam ( inner drive ) yang secara psikologis akan memperkuat manusia untuk melakukan sesuatu di atas kemampuan rata-rata manusia. 

Maka lahirlah yang disebut dengan pantang menyerah. Kegagalan berulang yang dialami tidak akan menyurutkan  semangat dan ambisinya. Makanya jangan heran jika ada kolumnis/ penulis bidang sains yang pada awal karirnya  artikel yang dikirim ditolak berkali-kali oleh redaksi atau berkali-kali gagal dalam sebuah kompetisi. 

Kegagalan tersebut dijadikan cemeti untuk melakukan perbaikan atas karya-karya berikutnya. Tulis hal baru, kirim jika ditolah lakukan revisi, jika ditolah ulangi lagi. Begitu seterusnya. Berhasil sekali, maka semangat akan muncul dengan sendirinya. Ide-ide baru akan mengalir deras.

Kesimpulannya adalah jika ingin melahirkan sesuatu dari proses menulis singkirkan frustasi atau patah arang. Kegagalan diasumsikan sebagai proses kontemplasi psikologis yang pada akhirya akan melahirkan semangat dan jiwa pantang menyerah. Catatan-catatan kecil dari kegagalan tersebut harus dijadikan bahan refleksi dan evaluasi diri. Dengan demikian kita telah menjadikan kegagalan sebagai sebuah proses  penyempurnaan. Selamat mencoba.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun