Dari Sampah Jadi Berkah: Cerita Bank Sampah Pasie Nan Tigo
PENDAHULUAN
Di sebuah sudut Kota Padang, tepatnya di Kelurahan Pasie Nan Tigo, berdiri sebuah rumah sederhana yang tak pernah dibayangkan sebelumnya akan menjadi pusat perubahan sosial dan lingkungan. Rumah itu bukan rumah pejabat, bukan pula kantor perusahaan besar. Ia adalah tempat berkumpulnya semangat warga yang ingin mengubah sesuatu yang kotor dan dihindari menjadi sesuatu yang berharga, bahkan menghasilkan.
Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang, timbulan sampah di Kota Padang mencapai 641 ton per harinya, yang mencakup sampah rumah tangga, sampah plastik, dan berbagai jenis sampah lainnya. Namun, dari jumlah tersebut, masih ada sekitar 62,8 ton atau 14 persen sampah yang tidak terkelola dengan baik. Sampah-sampah ini sering ditemukan menumpuk di muara sungai, bantaran pesisir pantai, dan lokasi-lokasi yang menjadi tempat pembuangan sampah liar. Jika dibiarkan terus menerus, masalah ini akan mengancam lingkungan, kesehatan masyarakat, dan ekosistem.
Namun, siapa sangka, sampah yang seolah menjadi masalah besar ini justru bisa berubah menjadi solusi. Salah satu contoh nyata adalah bagaimana komunitas pesisir di Pasie Nan Tigo berhasil mengubah takdir lingkungannya melalui Bank Sampah Pasie Nan Tigo. Inilah kisah inspiratif yang membuktikan bahwa dengan kerja keras, kerjasama, dan niat baik, sampah yang semula dianggap sebagai masalah besar bisa dijadikan sebuah peluang untuk menciptakan perubahan positif yang bermanfaat.
Bank Sampah Pasie Nan Tigo bermula dari keprihatinan warga terhadap sampah yang menumpuk di sekitar mereka. Pada awalnya, banyak warga yang merasa bahwa masalah sampah adalah tanggung jawab pemerintah saja. Namun, sebuah ide muncul dari beberapa anggota masyarakat yang berinisiatif untuk membuat perubahan, dimulai dengan mengorganisir warga untuk mengelola sampah dengan cara yang lebih bijak.
Dengan bimbingan dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang dan berbagai pihak lainnya, ide pendirian Bank Sampah Pasie Nan Tigo mulai ada pada tahun 2018. Konsep dasarnya sederhana: warga diajak untuk memisahkan sampah rumah tangga menjadi sampah organik dan non-organik, yang kemudian dikumpulkan dan dikelola oleh Bank Sampah. Sampah non-organik seperti plastik, botol kaca, kertas, dan logam dipisahkan untuk dijual kembali dan didaur ulang, sementara sampah organik seperti sisa makanan dan daun-daunan dijadikan kompos.
Setiap warga yang membawa sampah ke Bank Sampah Pasie Nan Tigo mendapatkan semacam tabungan atau poin yang bisa ditukarkan dengan berbagai barang atau layanan. Sistem ini menciptakan insentif bagi warga untuk terus aktif mengelola sampah mereka dengan baik. Tidak hanya itu, Bank Sampah Pasie Nan Tigo juga memberikan edukasi tentang pentingnya pengelolaan sampah yang berkelanjutan, serta dampak positifnya bagi lingkungan.
Seiring berjalannya waktu, Bank Sampah ini mulai menunjukkan dampak positif. Warga semakin sadar akan pentingnya pengelolaan sampah dan banyak yang mulai mengikuti jejak ini. Selain itu, Bank Sampah Pasie Nan Tigo juga mampu memberikan manfaat ekonomi. Sampah yang dikumpulkan dan dijual kembali tidak hanya mengurangi jumlah sampah yang mengotori lingkungan, tetapi juga menghasilkan pendapatan tambahan bagi warga. Uang yang terkumpul digunakan untuk membiayai kegiatan sosial, memperbaiki fasilitas lingkungan, bahkan untuk membantu warga yang membutuhkan.
Dampak positif dari Bank Sampah Pasie Nan Tigo tidak hanya dirasakan oleh warga setempat, tetapi juga oleh lingkungan sekitar. Sungai yang dulunya tercemar sampah kini menjadi lebih bersih, bantaran pantai yang sebelumnya dipenuhi sampah mulai terlihat rapi dan asri. Keberhasilan Bank Sampah Pasie Nan Tigo juga menginspirasi komunitas-komunitas lain di Kota Padang untuk mengikuti jejak mereka.