Mohon tunggu...
Maydina Nyssa Anabela
Maydina Nyssa Anabela Mohon Tunggu... Mahasiswa

Seorang mahasiswa Kesehatan Masyarakat yang memiliki minat pada isu kesehatan masyarakat dan sedang menyukai hobi menulis. Aktif mengembangkan diri melalui kegiatan akademik dan non-akademik.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Dinamika Program Keluarga Berencana Di Indonesia Antara Manfaat Kesehatan dan Tantangan Sosial

12 September 2025   23:55 Diperbarui: 12 September 2025   23:53 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Program Keluarga Berencana (KB) merupakan bagian penting dari kebijakan nasional dalam bidang kesehatan dan kependudukan. Di Indonesia, program ini telah dijalankan sejak dekade 1970-an sebagai strategi untuk menekan laju pertumbuhan penduduk dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Melalui penyediaan berbagai jenis kontrasepsi, baik hormonal seperti pil, suntik, dan implan, maupun non-hormonal seperti IUD dan kondom, KB menjadi alat bantu penting bagi pasangan dalam merencanakan kehamilan sesuai kesiapan fisik, psikis, dan finansial. Namun, meski memiliki banyak manfaat, pelaksanaan program ini juga dihadapkan pada berbagai tantangan medis dan sosial.

Dari sudut pandang kesehatan, program KB terbukti memiliki dampak positif terhadap penurunan angka kematian ibu dan bayi. Jarak kehamilan yang lebih teratur memberikan waktu pemulihan bagi tubuh ibu setelah persalinan, sekaligus memungkinkan bayi memperoleh perhatian dan nutrisi optimal di masa awal kehidupannya. Data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan bahwa keluarga yang menggunakan metode kontrasepsi secara konsisten memiliki kecenderungan untuk lebih sehat secara umum dan memiliki kesejahteraan yang lebih stabil karena jumlah anak yang lebih terkontrol.

KB juga mendukung perempuan untuk memiliki kontrol lebih atas tubuh dan kehidupannya, serta membuka peluang bagi mereka untuk mengembangkan diri dalam bidang pendidikan maupun pekerjaan. Dalam konteks yang lebih luas, pengendalian angka kelahiran dapat membantu negara mengelola sumber daya dengan lebih efisien dan mendukung pembangunan berkelanjutan

Namun demikian, kontrasepsi tidak sepenuhnya bebas risiko. Beberapa pengguna, khususnya yang menggunakan metode hormonal seperti suntik KB, melaporkan efek samping yang mengganggu. Gangguan menstruasi, seperti tidak haid atau perdarahan tidak teratur, adalah keluhan yang paling umum. Selain itu, muncul pula keluhan seperti peningkatan berat badan, sakit kepala, nyeri payudara, perubahan suasana hati, hingga penurunan gairah seksual. Dalam jangka panjang. suntik KB bahkan dikaitkan dengan penurunan kepadatan tulang, yang dapat meningkatkan risiko osteoporosis jika tidak dikontrol melalui pemantauan medis secara berkala.

Sebagian perempuan juga mengalami jerawat, kulit berminyak, atau infeksi ringan pada organ reproduksi, tergantung metode yang digunakan. Sayangnya, kurangnya edukasi yang memadai menyebabkan banyak pengguna tidak menyadari efek samping ini sejak awal, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan dan bahkan penolakan terhadap program KB secara keseluruhan.

Di luar aspek medis, pelaksanaan KB juga dihadapkan pada tantangan sosial dan budaya. Di sejumlah wilayah, masih ada pandangan bahwa menggunakan kontrasepsi adalah bentuk menolak rezeki atau bertentangan dengan nilai-nilai religius tertentu. Penolakan ini bukan semata disebabkan oleh doktrin agama, tetapi juga dipengaruhi oleh minimnya informasi yang dapat diakses oleh masyarakat dengan cara yang sesuai dengan norma lokal. Tidak jarang pula KB dipersepsikan sebagai instrumen pembatasan hak reproduksi, alih-alih sebagai alat bantu perencanaan keluarga.

Untuk menjawab tantangan tersebut, pendekatan kultural dan edukatif menjadi sangat penting. Tenaga kesehatan harus mampu menjelaskan manfaat serta risiko kontrasepsi dengan cara yang mudah dipahami, tanpa menghakimi pilihan pasien. Penyuluhan yang sensitif terhadap nilai lokal dan melibatkan tokoh masyarakat atau pemuka agama dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap program ini.

Secara keseluruhan, KB tetap menjadi instrumen vital dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan masyarakat dan pembangunan nasional. Namun, pelaksanaannya harus disertai dengan informasi yang akurat, layanan kesehatan yang ramah, serta dukungan budaya yang kuat agar manfaatnya dapat dirasakan secara optimal

KATA KUNCI: Budaya, Kesehatan, Kontrasepsi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun