Di balik jalur-jalur panjang yang menghubungkan kota dan desa, terdapat elemen-elemen mekanik yang diam-diam memainkan peran penting dalam sejarah perkeretaapian. Salah satunya adalah turntable kereta api, atau pemutar lokomotif, sebuah perangkat bundar raksasa yang memungkinkan lokomotif berputar arah.
Turntable bukan hanya sekadar alat bantu, tetapi juga saksi bisu kejayaan kereta api sejak masa kolonial. Di Malang, turntable tertua tercatat telah ada sejak tahun 1879. Alat bundar pemutar lokomotif ini merupakan warisan masa lalu, sebagai teknologi cerdas yang terus berguna hingga kini.
Apa Itu Turntable Kereta Api?
Turntable kereta api adalah platform rel berbentuk bundar yang dapat berputar pada poros tengahnya. Fungsinya utama adalah untuk memutar arah lokomotif, terutama jenis lokomotif yang hanya memiliki satu sisi kabin pengendali.
Alat ini menjadi penting di era lokomotif uap dan tetap relevan hingga era diesel, terutama untuk pengaturan di stasiun terminus atau dipo lokomotif.
Turntable di Stasiun Kota Malang - Twitter @KAI121
Dari Masa Kolonial: Jejak Turntable Sejak 1879
Turntable pertama di Jawa Timur dibangun oleh perusahaan kereta kolonial Staatsspoorwegen (SS) sekitar tahun 1879, bersamaan dengan perkembangan jaringan kereta lintas selatan Pulau Jawa. Dua lokasi utama tempat alat ini dipasang adalah Dipo Lokomotif Malang dan Stasiun Bangil.
Di masa kejayaannya, turntable sangat penting karena lokomotif uap seperti seri C dan D hanya bisa dikemudikan dari satu arah. Agar bisa kembali menarik kereta dari arah berlawanan, lokomotif harus diputar 180 derajat, dan di sinilah turntable berperan.
Jejak Sejarah Turntable: Sejak Dibukanya Jalur Bangil–Malang
Dalam sebuah pertemuan awal Mei lalu, guru saya; pemerhati sejarah dan perkeretaapian, Tjahjana Indra Kusuma, mengungkapkan bahwa keberadaan turntable di Stasiun Malang tidak bisa dilepaskan dari sejarah pembukaan jalur kereta api oleh Staatsspoorwegen (SS) pada akhir abad ke-19.
Pemerhati sejarah dan perkeretaapian, Tjahjana Indra Kusuma (kiri) di atas Lokomotif tipe Luttermoller di PG. Gempol - Foto: Tjahjana Indra Kusuma
Jika kita menelusuri peta jaringan kereta api Hindia Belanda tahun 1871, Stasiun Malang tercatat sebagai stasiun terminus atau titik terakhir dari jalur kereta api. Artinya, kereta dari utara seperti Surabaya akan berhenti total di sini. Begitu juga dengan Stasiun Pasuruan, yang terhubung ke Surabaya pada 1878. Jalur kereta belum merambat ke arah selatan. Malang adalah ujung.