Lihat ke Halaman Asli

Dr. Yupiter Gulo

TERVERIFIKASI

Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

Penerapan Manajemen Berbasis Risiko, Keharusan bagi Maskapai Penerbangan

Diperbarui: 11 Juni 2019   13:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

her.ie

 

Apa jadinya kalau perusahaan yang bergerak di bidang penerbangan atau maskapai penerbangan tidak menerapkan secara ketat manajemen berbasis risiko? Yang terjadi antara lain kecelakaan yang mematikan dan menelan korban jiwa, tergelincirnya pesawat, delay bahkan pembatan penerbangan, complain penumpang terus menerus, dan sebagainya.

Berita besar tentang Lion Air yang sedang menghadapi masalah kesulitan keuangan sehingga tidak mampu membayar biaya  sewa bandara merupakan salah satu contoh kecil dari tidak berfungsinya dengan benar penerapan manajemen berbasis risiko. Dan dampaknya pasti akan mempengaruhi keseluruhan aktivitas manajemen operasional perusahaan.

liputan6.com

Bila dicermati, nampak bahwa sejak dua tahun terakhir kabar di media santer mengenai Ryanair, maskapai penerbangan dari Irlandia menuju kebangkrutan. Antara November 2107 dan Maret 2018, terjadi 18.000 pembatalan penerbangannya dari 34 rute penerbangan di Eropa telah terjadi; data memperlihatkan pemasukan uang jauh dari target.

Adalah seorang senior di bidang bisnis penerbangan, Michael O'Leary yang adalah CEO Ryanair sejak tahun 1994, menjadikan pertanyaan bagi media bagaimana kekuatannya untuk bertahan benar-benar di uji dalam menjalani tahun 2019 yang sangat memberatkan bagi kelanjutan maskapai penerbangan yang dipimpinnya. 

Pernah dikabarkan bahwa untuk meningkatkan pendapatan dikandung maksud Ryanair mengakusisi Air Berlin, untuk ekspansi serta memperluas wilayah pangsa pasarnya di Eropa, namun upaya ini ternyata gagal, karena tidak lama kemudian Air Berlin dinyatakan bangkrut.

Ryanair Holdings Probability of Bankruptcy Analysis suatu badan penilaian harga saham, membuat penilaian berdasarkan model Macroaxis dengan ukuran Z-Score, yaitu ketentuan yang ditetapkan oleh pasar modal Eropa berdasarkan banyak faktor perhitungan. Skoring itu menentukan kedudukan suatu perusahaan dalam kesulitan permodalan dan keuangan dalam waktu 24 bulan ke depan.

Sementara itu pada tanggal 4 Juni 2019, sekitar 70% lebih awak pesawat Ryanair yang berasal dari Belgia telah menyetujui pembayaran kompensasi gaji mereka dalam kurun waktu tiga tahun.

Sebenarnya, apa yang sedang dialami Ryanair sudah di tahap ke dua dalam empat tahapan Krisis berat bagi sebuah maskapai penerbangan. Tahapan ini dikenal dengan "Tahap Akut", dimana persoalan dan pergolakan menghadapi masalah eksistensi maskapai sudah muncul.

Perusahaan yang sudah memasuki tahapan akut dalam sebuah proses krisis, sangat sulit untuk keluar dari keadaan yang sangat menyakitkan itu. Dan bila tidak ada tindakan yang betul-betul jitu maka ambruklah dia.

Melihat pengalaman Ryanair pada tahap akut krisisnya, bagaimana dengan krisis yang sedang dihadapi oleh maskapai penerbangan terbesar di Indonesia ini, yaitu Lion Air?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline