Hujan adalah bahasa alam yang tak bisa kubaca dengan mata, hanya bisa kurasakan di setiap tetes yang jatuh ke tanah. Malam ini, hujan kembali datang, mengisi ruang kosong di hatiku dengan suara yang hanya aku dan Dia yang Maha Tahu bisa mendengarnya.
Di antara derai hujan yang tak pernah berakhir, aku duduk, menulis. Menulis sebuah doa yang terbungkus dalam kata, sebuah rindu yang tak terucapkan, sebuah keinginan untuk kembali pulang, kembali kepada-Nya.
Di Bawah Hujan, Aku Menulis Namamu
Hujan datang seperti lirik yang tak pernah selesai,
di setiap tetesnya, ada jejak yang tak bisa kulupakan.
Malam ini, di bawah rinai yang tak henti,
aku menulis namamu, dengan rindu yang tak terungkapkan.
Tuhan, dalam gelap ini,
Engkau adalah cahaya yang tak pernah padam.
Setiap butir hujan yang jatuh,
adalah doa yang kusematkan di dalam hatiku.
Aku duduk di sini, di bawah langit yang menangis,
menanti, mencari jejak-Mu di antara percikan air.
Apakah Kau mendengar?
Apakah Kau tahu betapa hatiku merindukan-Mu,
meski aku hanya bisa berbisik dalam sunyi?
Di setiap kata yang kutuliskan,
ada rindu yang tak bisa kusebutkan,
hanya bisa kusampaikan dalam tinta ini.
Dalam setiap baris yang tercipta,
ada jejak perjalanan menuju-Mu yang abadi.
Tuhanku, aku hanya seorang pencari,
yang tersesat di lorong waktu.
Namun, di setiap derai hujan,
aku merasa Kau hadir,
mendekat dengan lembut,
menyentuh hatiku yang kering ini.
Aku tidak tahu,
apakah tulisan ini cukup untuk mengungkapkan betapa besar rinduku.
Namun di bawah hujan ini,
setiap kata yang kutulis adalah bentuk penyerahan,
sebuah perjalanan kecil yang berharap sampai ke pelukan-Mu.
Biarkan hujan ini menjadi saksi,
saksi dari rindu yang tak terungkapkan,
saksi dari sebuah doa yang terucap di bawah langit,
saksi dari setiap langkah yang berusaha kembali pulang.
Tuhanku, dalam sunyi yang kucipta,
aku menulis namamu,
dan berharap suatu hari,
aku dapat menemukan jalan kembali ke rumah-Mu.