Lihat ke Halaman Asli

Pena Wimagati

Mahasiswa dan Jurnalis

Selamat Jalan Mama Orang Baik

Diperbarui: 6 Oktober 2025   17:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Potret turut belasungkawa atas wafatnya Ibu Imel. (Dokpri).

Oleh: Degei Siorus

Ada hari-hari yang terasa lebih berat dari biasanya. Hari di mana kabar datang bukan sebagai tamu, melainkan sebagai hantaman. Minggu, 5 Oktober 2025, menjadi hari seperti itu bagiku. Dari jauh, kabar berpulangnya Ibu Imelda atau yang kami panggil dengan penuh kasih, Mama Imel mendarat pelan di telinga, tapi menimbulkan gelombang besar di dalam hati.

Aku terdiam lama. Kata-kata tidak mau keluar. Hanya kenangan yang satu per satu datang, membentuk arus panjang dari masa lalu. Dalam diam itu, aku kembali melihat wajah lembutnya, senyumnya yang ramah, dan matanya yang teduh menatap Mama ketika mereka masih bekerja bersama di Dinas Perikanan dan Kelautan Nabire. 

Kakak, Guru, dan Sahabat bagi Mama

Kami biasa memanggilnya 'Ibu Imel'. Ia adalah senior Mama di kantor. Bukan hanya atasan, tapi juga kakak, guru, sekaligus sahabat yang selalu hadir dalam setiap suka dan duka. Aku masih ingat bagaimana Mama sering menyebut namanya di rumah, bersama satu nama lain yang juga sangat berarti: Nene Hanna.

Dua nama itu adalah dua pilar dalam kehidupan Mama selama bekerja. Mama sering berkata, "Kalau bukan karena Nene Hanna dan Ibu Imel, mungkin Mama tidak akan sekuat ini." Aku selalu mendengar kisah mereka bertiga kisah perempuan-perempuan tangguh yang saling menopang di tengah kerasnya hidup dan sistem yang tidak selalu berpihak pada mereka.

Hubungan mereka bukan hubungan biasa antara kepala ruangan dan staf. Mereka sudah seperti keluarga. Mama sering bercerita, bagaimana mereka bisa tertawa bersama di sela-sela pekerjaan, saling membantu saat beban kerja menumpuk, dan saling mengunjungi di luar jam kantor. Mereka berbagi cerita tentang keluarga, anak-anak, bahkan doa-doa kecil yang tumbuh dari keletihan hari-hari.

Suatu kali Mama bercerita:

 "Waktu dulu Mama lagi stres karena laporan belum selesai, Ibu Imel datang ke meja Mama dan cuma bilang, 'Santai saja, De. Kita kerjakan sama-sama.' Dari situ Mama tahu, dia bukan hanya atasan, tapi saudara." Ujar mamaku. 

Kata-kata sederhana seperti itu, bagi Mama, sudah menjadi penopang besar. Dalam dunia kerja yang sering keras, Ibu Imel membawa kelembutan. Ia bisa tegas, tapi tidak pernah menyakiti. Ia bisa memimpin, tapi tetap merangkul. Itulah mengapa Mama selalu menaruh hormat yang tulus padanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline