Di tengah geliat kota yang makin sibuk dengan aplikasi pinjaman dan e-commerce, ada sekelompok orang yang justru memilih memulai dari gudang tua.
Dari papan kayu yang digergaji ulang, dari timbangan analog yang entah sudah berapa kali jatuh, dan dari niat lama yang pernah dikubur: koperasi.
Tanggal 11 Juli 2025, Zulkifli Hasan yang kini menjabat sebagai Ketua Satgas Nasional Koperasi Desa Merah Putih, mengumumkan hal yang mengejutkan bagi sebagian kalangan ibu kota. Tapi menjadi harapan baru bagi desa-desa yang telah lama kehilangan peran ekonominya.
"Sudah ada 80 koperasi percontohan yang siap. Lengkap. Akan kita launching 19 Juli ini, oleh Presiden Prabowo sendiri," kata Zulhas, di hadapan para jurnalis dan kepala dinas yang hadir di pelataran Balai Pelatihan Koperasi di Cikini.
Kalimat itu ringan. Tapi ia seperti gemuruh kecil yang datang dari dalam tanah. Ia akan mengguncang ekosistem lama yang telah terlalu lama menyimpan ketimpangan.
Apa arti "koperasi percontohan"? Bagi banyak orang yang tidak pernah melihat dari dekat, itu hanya etalase. Tapi bagi petani jagung di Dompu, atau peternak ayam di Brebes, koperasi yang benar-benar jalan bisa jadi perbedaan antara hidup dengan utang dan hidup dengan harga yang adil.
Di desa, koperasi bukan hanya tempat menaruh hasil panen. Ia bisa menjadi penyelamat. Tapi itu di masa lalu. Kita tahu, koperasi di Indonesia sempat mati suri.
Ada yang tinggal papan nama. Ada yang hanya jadi alat menyalurkan bantuan politik. Ada pula yang hidup tapi hanya di atas kertas.
Zulhas sepertinya paham luka itu. Maka ia tak menjual janji. Ia mulai dengan angka: 80 koperasi, benar-benar berdiri, dengan sistem logistik, administrasi, dan akses pinjaman aktif melalui bank Himbara.
Dan yang paling penting: koperasi itu punya gudang. Gudang, benda sederhana yang sering dilupakan.