Awalnya selalu berpikir bahwa puasa itu pasti kebutuhannya akan berkurang, sehingga pengeluaran pun akan menurun. Tetapi asumsi saya justru salah. Ketika minggu yang lalu, saya belanja mingguan di pasar swalayan. Selesai belanja, saya menuju ke kasir untuk membayar. Saya kaget luar biasa karena antrian panjang, tiap pembeli dengan belanja yang luar biasa banyaknya satu hingga 2 troli penuh. Beruntung saya diberikan kesempatan untuk membayar untuk kasir khusus untuk keranjang.
Belum selesai kagetnya, saya juga mengamati hampir semua resto yang biasanya tak penuh apalagi hari itu masih tanggal 22 Februari, belum gajian dong, tapi semua resto penuh dengan pengunjung.
Fenomena apa gerangan? Sambil berjalan ke luar, saya baru menyadari bahwa minggu depan akan puasa Ramadan. Pagi ini, saya belanja ke pasar tradisional, penuh sesak, hampir semua lapak penuh. Haduh, rupanya kurang tepat belanja pagi hari dengan suasana hiruk pikuk.
Lalu kembali ke asumsi bahwa puasa kok jadi pengeluaran besar sekali. Saya mulai bertanya kepada seorang teman yang belanja hari ini dan belanja minggu lalu ketika memborong beli-beli makanan. Dia mengatakan kepada saya bahwa minggu lalu, pengeluaran dia untuk belanja Ramadan sudah dua kali lipat dari belanja mingguan. Juga untuk hari ini karena besok hari pertama puasa, jadi harus menyiapkan makanan yang serba enak, jadi dia belanja hampir 3 kali lipat biayanya dari belanja normal, misalnya normal dia belanja Rp.75.000, hari ini dia menghabiskan biaya Rp.225.000
Borong belanja di Swalayan. (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Kembali saya merenung, ternyata kebutuhan untuk puasa Ramadan begitu besarnya sehingga pengeluaran menjadi bengkak tak terkendali.
Lalu, apakah ini suatu tradisi yang penting untuk selalu memenuhi semua kebutuhan yang diharapkan dapat memuaskan misalnya makanan yang serba enak, tentu hal ini tergantung dari masing-masing keluarga dan pribadi yang pendapatannya berbeda.
Berikut ini saya ingin memberikan tips yang seikiranya dapat menjadikan guideline untuk mengerem kebutuhan dalam Puasa Ramadan sehingga pengeluaran tidak bengkak.
Kesatu, tidak perlu "Panic-Buying", memborong kebutuhan pangan sebulan dalam satu hari. Mungkin ada yang beralasan bahwa lebih baik beli awal untuk antisipasi kenaikan harga.
Logika dari kenaikan harga itu, bukan untuk semua barang, hanya barang tertentu yang naik, misalnya cabet dan telur. Dibandingkan jika harus beli sekaligus banyak risiko yang utama adalah bahan akan rusak karena terlalu lama disimpan (atau tidak fresh), juga dari segi keuangannya tidak menguntungkan, 1 item yang naik dibandingkan 15 item yang tidak naik. Hal ini membuat anggaran Anda jadi kocar kacir.
Kedua, membuat anggaran dari awal sebelum Ramadan. Pisahkan anggaran untuk Ramadan dan Idul Fitri. Khusus Anggaran Ramadan, list semua kebutuhan sesuai dengna kategorinya. Buat budget dan memisahkan dananya per kebutuhan.