Lihat ke Halaman Asli

Wororatnani

Mahasiswa

Setiap Porsi adalah Doa: Perjuangan Yayuk dan Ismaya dibalik Katering Algian

Diperbarui: 6 Juli 2025   17:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bu Yayuk sedang memasak pesanan di dapur

Aroma tumisan menguar sejak subuh di sebuah dapur rumah di tengah kota Wonosobo. Tangan-tangan penuh cinta meracik bumbu, menyendok nasi hangat, dan menata lauk pauk dengan telaten, lalu membungkusnya satu per satu dengan tangan yang sama. Yayuk, ibu rumah tangga yang bersama suaminya, Ismaya, telah menghidupkan usaha bernama Catering Algian sejak tahun 2013. Sebuah usaha rumahan yang berawal dari tekad sederhana ingin mandiri dan menghidupi keluarga lewat jalan yang halal.

Usaha kuliner ini lahir dari sebuah keputusan besar pada tahun 2013, saat Yayuk memutuskan resign dari pekerjaannya di pabrik. Ia nekat memilih mengambil jalan yang lebih menantang untuk berjualan nasi di pasar. Tanpa pengalaman bekerja di bidang kuliner, tanpa modal besar, hanya bermodal niat, kerja keras, dan keyakinan. "Saya belum pernah bekerja di bidang masak-memasak. Tapi saya lihat orang tua punya usaha makanan, jadi saya percaya bisa belajar pelan-pelan," kenangnya.

Usaha kecil itu pun perlahan menemukan bentuk. Dari sekadar berjualan nasi di pasar, kini Catering Algian melayani pesanan rutin dan partai besar melalui aplikasi WhatsApp. Nama Algian sendiri diberikan oleh seorang pelanggan sekaligus saudara yang akrab dipanggil Bu Isti. "Itu yang ngasih nama Bu Isti. Katanya, 'Biar gampang diingat, namanya Algian aja. Alfa, Gita, Andang' sejak itu, namanya jadi Algian," tutur Yayuk sambil tertawa kecil.

Menu yang disajikan beragam, namun satu menu favorit yang paling laris dan selalu ada dalam pesanan yaitu ayam goreng. "Setiap ada pesanan, pasti ada ayam goreng. Kata pelanggan sih enak, bumbunya meresap dan nggak terlalu berminyak". Menjaga rasa menjadi prioritas utama bagi pasangan ini. Meski skalanya rumahan, kualitas tak boleh sembarangan. Yayuk percaya, pelanggan datang bukan hanya karena lapar, tapi karena rasa percaya. "Alhamdulillah sejauh ini belum pernah ada komplain dari pelanggan. Tapi kalau ada masukan, kami pasti terima dengan senang hati," ujarnya.

Perjalanan panjang ini tentunya tidak selalu berjalan mulus, roda kehidupan selalu berputar. Mereka masih ingat betul masa-masa sepi, terutama saat pandemi melanda. Pesanan turun drastis, pemasukan menipis, tapi mereka tetap membuka dapur, tetap bangun pagi, tetap percaya bahwa lelah mereka suatu hari akan berbuah manis. "Waktu sepi, ya kami promosi terus. Pasang status WA, minta bantuan teman-teman untuk promosi. Nggak bisa diem. Kalau nggak usaha, ya nggak jalan," kata Yayuk. Mereka tetap bertahan dan percaya bahwa rezeki akan datang selama mereka terus berusaha.

Usaha memang tak pernah mengkhianati hasil. Dari perjuangan tanpa kenal lelah itu datang satu momen paling membanggakan bagi mereka ketika menerima pesanan 250 porsi untuk sebuah acara, jumlah yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya. "Saya sampai gemetar waktu terima pesanannya. Tapi saya bilang ke suami, 'Ayo, kita pasti bisa.' Alhamdulillah, selesai semua dan nggak ada yang komplain," katanya dengan suara bergetar.

Kini, setelah lebih dari satu dekade berjalan, usaha itu tetap bertahan. Dalam sehari, mereka menerima pesanan tetap sekitar 20 porsi catering untuk dikirim, belum termasuk pesanan tambahan yang bisa datang sewaktu-waktu. Yayuk turun langsung ke dapur setiap hari, dibantu satu orang karyawannya. Ismaya, sang suami, menjadi tiang yang menopang semuanya. Ia membantu di dapur, menjadi penggerak moral, logistik, sekaligus penyemangat. "Mas Ismaya bantu banyak, terutama pas pesanan banyak. Nganterin, bantu angkat-angkat. Pokoknya saling bagi peran," kata Yayuk penuh rasa syukur.

Di balik semua kerja keras itu, ada tiga wajah yang selalu menjadi alasan mereka bangun lebih pagi, tidur lebih larut, dan tak pernah menyerah pada keadaan. Alfa, Gita, dan Andang, anak-anak mereka adalah semangat hidup sekaligus masa depan yang ingin mereka jaga.

Bagi Yayuk dan Ismaya, dapur bukan sekadar tempat memasak, tapi tempat paling jujur dalam menaruh cinta dan pengorbanan. Setiap potong ayam yang digoreng, setiap sendok nasi yang dibungkus, adalah bentuk nyata kasih sayang dan usaha tak terlihat yang terus mereka tanamkan dalam hidup anak-anaknya.

Catering Algian memang belum punya ratusan karyawan, belum punya banyak cabang, dan belum punya akun Instagram yang viral. Tapi ia punya satu hal yang banyak usaha besar lupakan yaitu kehangatan. Harapan mereka tetap sederhana. Bukan soal omzet miliaran atau cabang di mana-mana, tapi tentang keberkahan. "Harapan saya semoga usaha ini terus berkembang. Pesanan makin banyak. Tapi yang paling penting, semoga berkah, biar bisa terus bantu orang lain juga," tutup Yayuk dengan ekspresi wajahnya mengandung tekad tak bisa tergoyahkan.

Usaha kecil seperti milik Yayuk dan Ismaya mungkin tak akan masuk berita utama. Tapi mereka adalah wajah asli dari semangat UMKM Indonesia tangguh, sabar, dan terus bertahan meski badai datang silih berganti. Dari dapur rumah, mereka mengubah cinta menjadi makanan, dan makanan menjadi harapan. Untuk Alfa, Gita, Andang. Untuk masa depan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline