Lihat ke Halaman Asli

Wiwien Wintarto

TERVERIFIKASI

Penulis serba ada

Karena Tulisan Bagus Saja Tak Cukup

Diperbarui: 6 Desember 2018   18:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber ilustrasi: videobanhang.com

Pada era medsos ini, akan mudah bagi kita untuk menjumpai tulisan-tulisan bagus bertebaran di mana-mana, baik itu di Facebook, Twitter, Instagram, maupun blog. 

Tulisan-tulisan itu sangat kreatif karena memotivasi, menggugah, menjengkelkan, atau berisi humor-humor yang sangat lucu meski receh. Setelah mendapat begitu banyak atensi dan respon, tulisan-tulisan itu pun kemudian viral.

Pengunggah tulisan-tulisan viral itu kemudian dikenal luas sehingga menjelma selebritas. Dan berhubung yang mereka geluti bagaimanapun adalah produk seni menulis, wajar bila mereka kemudian berpikir pasti akan bisa jadi penulis yang berkelas, terutama untuk menulis buku fiksi. Logika awam pun menyatakan demikian. Siapapun yang memiliki tulisan bagus, pasti akan dengan mudah bergerak makin dalam untuk menulis buku.

Benarkah demikian?

Kenyataannya adalah serupa dengan aksi-aksi lihai seorang pemain freestyle football. Sudah adakah seorang pesepakbola freestyle dengan skill yahud kemudian menjadi pesepakbola profesional sekelas Harry Kane, Richarlison, atau Mohamed Salah? Jika tak banyak---kalau tak boleh dibilang belum ada sama sekali---itu tak lain karena urusan sepakbola profesional tak semata hanya mengandalkan skill mengontrol dan mengolah bola.

Banyak skill lain harus juga dikuasai, atau terlebih dulu dikuasai, seperti soal patuh pada perintah (pelatih), kemampuan menekan ego sehingga bisa bekerjasama dengan orang lain, serta kemampuan mengeksekusi strategi sehingga lancar menerima instruksi pelatih.

Hal yang sama berlalu dalam dunia kepenulisan. Level tertinggi dalam dunia ini, yaitu menulis buku, apalagi secara rutin dan kontinu, membutuhkan banyak skill lain yang cukup njelimet selain hanya urusan tulisan bagus. Bahkan, khusus untuk kepenulisan fiksi, peran banyak skill lain itu justru lebih penting ketimbang basis dasar atau talenta kemampuan menulis semata.

Tulisan bagus, biarpun selama ini terbukti selalu viral di medsos, tak akan menolong penyelesaian sebuah buku tanpa terkuasainya kemampuan-kemampuan itu terlebih dulu. 

Sebaliknya, kemampuan menulis yang pas-pasan bisa dipoles jadi matang setelah hal-hal tersebut dipahami dan dipraktikkan secara nyata. Mengapa begitu? Sebab aspek-aspek krusial dalam kemampuan menulis hampir seluruhnya adalah urusan mental dan emosi, bukan yang berkaitan dengan hal-hal teknis semata.

Ada beberapa hal penting harus dicermati.

Pertama, bidang ini harus dijalani dengan tingkat kesabaran yang supertinggi. Buku fiksi tidak diproduksi kilat semacam tulisan jurnalistik yang terbatasi tenggat mepet atau buku-buku nonfiksi yang dirilis berdasar jendela tren. Ia adalah anak ideologis penulis, yang harus hadir sesempurna mungkin, memenuhi semua standar teknis kepenulisan umum, dan telah sesuai benar dengan ukuran-ukuran personal sang penulis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline