Admin dan Pengelola Kompasiana Sebaiknya Naik Gajinya. Inilah fokus kisah omjay kali ini. Sebab kalau gajinya besar tak akan mungkin isjet dan pepih nugraha pergi dari kompasiana.
Kalau ada yang sering dilupakan di dunia tulis-menulis digital, itu bukan penulisnya. Penulis biasanya selalu ingat diri sendiri. Kata teman apalagi kalau tulisannya sudah tayang.
Hal yang sering dilupakan justru admin dan pengelola. Mereka itu ibarat penjaga sekolah yang selalu datang pagi, pulang paling akhir, tapi jarang disebut dalam pidato kepala sekolah.
Admin Kompasiana itu semacam "guru piket dunia maya." Tugasnya tidak ringan: mengatur kelas raksasa yang isinya ribuan penulis dari Sabang sampai Merauke, bahkan ada yang nulis sambil tiduran di kamar kos dengan sinyal setengah mati. Ada juga loh yang posting dari luar negeri.
Bayangkan kalau mereka absen sehari saja. Kompasiana bisa langsung jadi pasar malam: rame, gaduh, dan penuh pedagang kaki lima digital.
Nah, karena itulah saya berpendapat. Omjay dengan serius tapi sambil nyengir untuk menaikkan gaji admin dan pengelola Kompasiana.
Gaji mereka harus naik. Dan bukan naik sekadar "sedikit-sedikit asal naik," tapi naiknya yang bikin mereka bahagia, minimal bisa traktir sate Padang seminggu sekali. Kan lumayan omjay kebagian ditraktir admin kompasiana hehehe.
Pertama. Admin itu Malaikat Penjaga Timeline
Coba renungkan. Setiap hari ada penulis Kompasiana yang tiba-tiba curhat soal mantan, ada yang menulis puisi patah hati sepanjang rel kereta, ada juga yang sok jadi analis politik padahal baru kemarin lulus kuliah. Siapa yang harus membaca itu semua sebelum terbit? Betul sekali. Itulah para admin kompasiana tercinta.
Mereka seperti malaikat pencatat amal. Bedanya, kalau malaikat sibuk mencatat pahala, admin sibuk mencatat typo. Kalau malaikat mencatat dosa, admin harus menghapus spam komentar. Berat, kan?