Lihat ke Halaman Asli

Kris Wantoro Sumbayak

TERVERIFIKASI

Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

Ajak Anak Naik Bus, Memberi Petualangan dan Pengalaman

Diperbarui: 29 Mei 2023   18:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bus pariwisata gratis (Sumber transjakarta via travel.kompas.com)

Aku dan istri berkomitmen untuk mengajarkan pada anak bayi kami hal-hal baru. Diantaranya mengajaknya berwisata ke tempat yang banyak hewannya dan naik bis. Keduanya perlu perencanaan matang, sebab perjalanan luar kota.

Melihat hewan-hewan sudah aku tepati Kamis (18/5) lalu. 10 hari kemudian, Minggu (28/5) aku dan istri mengajak anak kami naik bus ke arah Solo. Capaian utamanya adalah melatihnya perjalanan jauh dengan kendaraan umum.

Tak hanya pengalaman, misi naik bus ini bakal menjadi petualangan bagi anak kami. Sebab kenyamanan dengan kendaraan pribadi harus dilepaskan. Sebagai gantinya antri, macet, panas dan harus oper angkutan.

Perjalanan Salatiga-Solo (56 km) tidak ada apa-apanya dibanding Salatiga-Kokap (100 km). Kami pernah mengajak anak bayi ke Kokap dengan motoran. Kali ini naik bus. Sensasi, suasana dan tantangannya jelas beda.

Hari Minggu ini kegiatan Sekolah Minggu digabung dengan ibadah umum. Kami berjuang tidur lebih awal semalam sebelumnya. (Realita: tidur tengah malam juga.) Syukurnya kami bisa bangun lebih awal. Aku memandikan anak, istri menyiapkan kopi dan roti bakar untuk sarapan.

Sekitar 6.50 kami tiba di gereja, masih dapat tempat duduk di gedung utama. Selesai ibadah pukul 10.30, belanja sebentar ke pasar dan sarapan. Motor kami titipkan di salah satu tempat penitipan dekat lampu merah.

Menunggu bus di halte | foto: KRAISWAN

Halte terdekat berjarak sekitar 20 m dari penitipan. Di depan kami sudah menunggu seorang ibu muda dengan dua anaknya. Katanya, ia sudah menunggu cukup lama. Waktu ia tiba, busnya pas lewat. Bus berikutnya tak kunjung datang.

Tantangan pertama, lama menunggu bus. Kalau penuh harus berdiri berdesakan. Tapi kalau menunggu bus berikutnya bakalan lama. Berharap masih ada bangku yang tersedia, syukur yang di depan.

Aku jadi teringat masa bekerja di Surabaya dulu. Menunggu bus menjadi masa yang romantis seperti menunggu pasangan hidup, heyahh... Aku dulu biasa berangkat sore, bus lebih sering lewat.

Lima menit kemudian, bus pun datang. Syukurnya ada bangku kosong. Mulanya kami pilih sisi kanan baris ketiga. Lalu istri menyarankan aku pindah ke paling depan agar anak kami bisa melihat lebih jelas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline