Lihat ke Halaman Asli

Wa Ode Dahlia Wally

La Haula wa La Quwwata Illa Billah

Kebebasan Semu Pers, Belenggu Aspirasi yang Hakiki

Diperbarui: 15 Mei 2020   11:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar : Wikipedia [3]

Pers merupakan lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan  kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memiliki, menyimpan, memperoleh, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, gambar, suara, gambar dan suara, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media elektronik, media cetak dan segala jenis saluran yang tersedia[2]. 

Fungsi Pers menurut pasal 33 UU No.40 tahun 1999 tentang Pers[1], fungsi pers adalah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial, yang kemudian dijabarkan lebih detail pada pasal 6 UU Pers Nasional.

Dalam melaksanakan fungsinya lembaga pers mestilah diisi oleh orang-orang yang berdedikasi tinggi, berintegritas, dan berani dalam menjalankan tugasnya karena seperti kita ketahui seringkali intervensi baik dari lingkup eksternal maupun internal pers itu sendiri yang berusaha mencemari integritas pers demi kepentingan pribadi atau sekelompok orang. 

Pemerintah sebagai faktor eksternal yang seringkali bertanggung jawab dalam mengotori integritas pers dengan kekuasaan yang mengekang kebebasan pers seperti pada massa kolonial Belanda, pendudukan Jepang, dan massa Orde Baru. Segenap insan pers sangat terhalangi gerakannya sehingga sulit menyampaikan informasi sesungguhnya yang terjadi di masyarakat dan dipaksa menerbitkan release sesuai arahan pemerintah yang berkuasa.

Memasuki massa reformasi ketika kebebasan pers diagungkan apakah pers telah menjalankan fungsinya dengan semestinya ? Ternyata tidak. Pada masa ini justru kombinasi faktor internal dan eksternal yang berperan besar dalam mengotori integritas pers demi kepentingan kelompoknya. Tidak sedikit petinggi media massa yang memiliki kekuasaan untuk menyalahgunakan media untuk menggiring opini publik, memutar balikkan fakta, dan tindakan kotor lainnya demi kepentingan tertentu. 

Fakta bahwa tidak sedikit petinggi media massa yang memiliki "hubungan manis" dengan aktor politik maupun organisasi poltik, baik yang tengah berkuasa maupun tidak, sehingga berpotensi semakin mereduksi integritas lembaga pers. Hal ini tak jauh berbeda dibanding masa demokrasi liberal era presiden Soekarno pada tahun 1945-1959. Pada masa itu media umumnya mewakili berbagai aliran politik yang saling bertentangan, penyalahgunakan kebebasan pers terkadang melampaui batas kesopanan. Kebebasan pers yang sejatinya adalah sebagai sarana penyampai aspirasi masyarakat kini telah menjadi sarana provokasi satu pihak untuk menjatuhkan pihak lainnya.

Keadaan yang demikian tidak boleh dibiarkan terus terjadi, karena bukan seperti itu kebebasan pers yang diimpikan oleh setiap insan pers maupun rakyat Indonesia. Fungsi pers sebagai sarana penyampai informasi, pendidikan, dan sebagai kontrol sosial harus segera dikembalikan sehingga masyarakat dapat menerima informasi yang benar sekaligus dapat menyampaikan aspirasi demi kepentingan bangsa dan negara.

Reformasi lembaga pers Indonesia mutlak dilakukan demi terciptanya kebebasan pers yang hakiki, bukan kebebasan semu yang terbelenggu oleh kepentingan penguasa maupun oknum tak bertanggung jawab lainnya. Hal ini dibutuhkan ketulusan dan keberanian segenap insan pers demi terciptanya lembaga pers yang fungsional, independen, dan berintegritas.

Sumber :

[1] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline