Lihat ke Halaman Asli

Veronika Gultom

TERVERIFIKASI

https://vrgultom.wordpress.com

Public Speaking & Kerendahan Hati

Diperbarui: 5 September 2025   15:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: public speaking (sumber: www.coursera.org) 

Public speaking bukanlah hal yang mudah untuk saya yang pada dasarnya "pendiam". Setidaknya itulah tadinya yang terpikir oleh saya. Namun, setelah beberapa waktu berlatih public speaking dalam komunitas, mengikuti "ujiannya" dengan berpartisipasi dalam kompetisi, dan juga public speaking beneran yang terjadi begitu saja karena interaksi dalam kehidupan sehari-hari, pada akhirnya saya menyadari beberapa hal.

Public speaking, atau secara umum tentang komunikasi, adalah tentang kerendahan hati dan empati.

Tentunya, sebagai persiapan public speaking, harus menguasai materi yang dibicarakan, tahu cara menyampaikannya dengan benar sehingga menarik perhatian pendengar. Yah, setidaknya pendengar tidak malah tertidur, ribut sendiri, atau malah menghilang satu persatu.

Persiapan itu adalah sebuah perjalanan panjang, yang terlatih baik sengaja kita latih maupun "terpaksa" terlatih karena mau tidak mau dalam kehidupan sehari-hari harus berbicara di depan umum. Contoh, sekali dua kali berbicara di depan umum mungkin masih terbata-bata karena gugup, tetapi makin lama makin terbiasa dan tidak lagi gugup. Itu adalah "persiapan" yang kelihatan. 

Tetapi, lebih dalam lagi, ada banyak "persiapan" lain dalam public speaking. 

Mungkin ada orang-orang yang bangga dapat berbicara dengan bahasa-bahasa "asing" yang tidak semua orang mengerti. Karena ternyata ada juga orang-orang yang memandang kagum terhadap kelompok yang demikian. Dia pikir mungkin dengan orang berbicara menggunakan kata-kata yang tidak populer itu keren dan dianggap pengetahuannya tingkat tinggi. Padahal, bisa jadi yang ngomong tidak mengerti betul apa yang dia ucapkan, sehingga tidak dapat menjelaskan dengan bahasa yang sederhana.

Saya bisa saja berbicara tentang hal teknikal tanpa peduli audiens saya. Karena saya merasa menguasai apa yang saya sampaikan. Namun, ternyata saya merasa lebih senang dan bahagia kalau saya bisa dimengerti oleh orang lain (pendengar), daripada sekedar berbangga hati bisa "beda" dengan orang lain, dengan cara berbicara menggunakan kata-kata yang tidak umum.

Karena menurut saya, komunikasi adalah tentang saling mengerti satu sama lain. Public speaking juga adalah masalah komunikasi, yang sifatnya luas. Apa jadinya ketika ada dua orang saling berbicara tetapi tidak saling mengerti. Kekaguman akan "mungkin" pengetahuan dia lebih tinggi dari saya, itu adalah sesuatu yang sementara. Karena setiap orang bisa tambah pinter juga kalau ada kemauan.

Mendengarkan orang lain adalah juga "persiapan" public speaking. Tanpa mendengarkan, maka kita hanya akan berpusat pada diri sendiri, kurang pengetahuan, dan tidak mengerti kondisi orang  lain, yang mungkin berbeda dengan kita. Kita tidak bisa keukeuh merasa benar (walau memang benar), tanpa membuat orang lain mengerti. Memang ada orang-orang yang sulit mengerti atau pun tidak mau mengerti. Tetapi, dengan perbuatan kita juga dapat membuat orang pada akhirnya mengerti dan tidak dapat membantah sebuah kebenaran. Jadi tidak melulu harus mencekoki orang dengan kotbah tentang kebenaran, membalas omongan orang lain, apalagi dengan kata-kata tingkat dewa yang berusaha membungkam.

Mungkin, masalah para pejabat yang kurang sabar, yang terlihat dari public speaking mereka adalah karena mereka berpusat pada diri sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline