Festival Qing Ming - mtribunnews.com images
Qing Ming - 清明 atau Pure Brightness Festival ( dikenal dengan “Ceng Beng” dalam bahasa Hokkian ) secara harafiah, “Qing” berarti Bersih dan “Ming” berarti Terang. Tersirat makna hari yang bersih dan terang. Pada saat festival, Tiongkok Daratan berada dalam musim semi yang cerah. Festival ini jatuh pada awal bulan ketiga kalender Imlek. Secara spesifik terhitung pada hari ke -104 setelah titik balik matahari di musim dingin (festival Dong Zhi) atau dapat dihitung pula dari hari ke-15 dari hari persamaan panjang siang dan malam pada musim semi ( Equinox – 21 Maret). Dalam Kalender Masehi, jatuh pada tanggal empat atau lima April. Qing Ming merupakan salah satu perayaan yang menggunakan perhitungan berdasarkan matahari.
Tradisi Tionghoa menekankan pada bakti kepada orang tua dan leluhur. Ketika orang tua masih hidup, anak-anak berusaha membalas jerih payah mereka dalam membesarkan. Saat mereka telah tiada, anak-anak mengenang kembali budi baik kedua orang tua. Perayaan Qing Ming menjadi wujud tanda bakti dan penghormatan terhadap orang tua atau leluhur yang telah tiada. Sehingga tidaklah heran, pada waktu perayaan Qing Ming, banyak orang-orang yang telah merantau akan pulang ke kampung halaman untuk sembahyang. Bahkan Qing Ming memiliki nilai yang lebih penting diantara perayaan-perayaan besar seperti Imlek dan Sembahyang Rebut. Terdapat pula makna mempererat tali persaudaraan dengan bertemunya kembali sanak keluarga yang masih hidup, saling berkumpul untuk merayakan Qing Ming.
Orang Tionghoa Indonesia memiliki kepercayaan bahwa dalam 1 tahun di dunia manusia sama dengan satu hari di akhirat. Atas dasar ini, sembahyang besar dilakukan 3 kali dalam setahun yaitu pada waktu Tahun Baru Imlek, Qing Ming, dan Sembahyang Chi Yue - 七月atau sembahyang Rebut ( pada tanggal 15 bulan ke 7 penanggalan Imlek). Menurut catatan sejarah, tradisi menghormat leluhur di tempat pemakaman sudah ada sejak zaman Dinasti Qin dan Han.
Kertas Perak - sanlizhipin.com images
Uang-uangan - meandconfucius.com images
Kebiasaan pada saat Qing Ming diawali dengan persiapan membersihkan makam dengan membabat rumput dan alang-alang, mencuci makam, mengecat ulang makam dan tulisan nisan , serta menambah dan merapikan kembali posisi tanah makam. Kegiatan membersihkan makam ini dikenal pula dengan Tomb Sweeping Day. Setelah selesai persiapan di atas, pada waktu yang telah ditentukan, ziarah ke makam untuk sembahyang sambil membawa persembahan berupa sam-sang - 三牲 ( tiga jenis daging : daging babi, ayam dan Ikan) , sam-kuo ( tiga macam buah), arak, teh, kue, nasi, hio dan lilin. Untuk yang vegetarian dapat mengganti daging dengan cai-choi (sayur-sayuran). Kue dan buah-buahan disajikan dengan jumlah yang ganjil misalnya 3 ataupun 5 buah. Ada tradisi membakar uang-uangan ( Yinqian-印钱, berbentuk seperti uang zaman modern dengan tertera dikeluarkan oleh “Bank Dunia Akhirat”), Kertas Perak ( Yin Zhi /Gin Cua/ Kim Ci – bahasa Khek Bangka), dan replika kertas kebutuhan seperti rumah-rumahan, mobil, pakaian, sandal, dan rupa-rupa bentuk lainnya. Replika kebutuhan ini sebagai simbol kepedulian agar para leluhur mendapat fasilitas yang baik di akhirat. Dan para keluarga yang ditinggalkan dapat memperoleh perlindungan dan berkah. Setelah sembahyang selesai, perlengkapan seperti lilin, hio, uang-uangan, kertas perak, dan replika kertas dibakar habis. Jika telah padam, persembahan berupa makanan dapat dibawa pulang. Sembahyang Qing Ming dilakukan 10 hari sebelum dan sesudah perayaan puncak.
Aneka Replika Kertas Kebutuhan - thestar.com.my images
Dengan semakin sempitnya lahan untuk pemakaman, maka banyak keluarga yang memilih untuk dikremasi atau diperabukan. Abu dititip di rumah Abu, atau ditempatkan di rumah dengan altar khusus, dan ada yang disebar/larung ke laut. Sehingga pada waktu Qing Ming , keluarga yang telah ditinggalkan tetap datang berkunjung dan berdoa di lokasi tempat abu. Jika di rumah maka akan berdoa beserta persembahan di altar. Bila di tempat rumah abu dan pantai, anggota keluarga akan datang berkunjung untuk berdoa.
Pantangan waktu berziarah, tidak boleh mengucapkan kata-kata yang kasar, sembarang dan berperilaku yang tidak sopan seperti buang air kecil dan melangkahi makam. Dikhawatirkan akan terkena akibat buruk atas perkataan dan perilaku yang telah dilakukan. Ziarah-pun tidak dilakukan pada malam hari. Menghindari kemungkinan terdapat gangguan dari roh-roh jahat.
Qing Ming dilatarbelakangi oleh budaya agraris negara Tiongkok. Qing Ming yang jatuh pada periode ke -5 ( orang Tionghoa kuno membagi 1 tahun yang terdiri dari 4 musim menjadi 24 periode). Periode ini termasuk dalam musim semi dimana banyak tanaman dan bunga-bunga yang tumbuh dan bermekaran. Merupakan waktu yang tepat untuk bercocok tanam. Makna membersihkan makam para leluhur-pun memberikan suasana yang bersih dan terang. Diyakini oleh orang Tionghoa kuno, kondisi ini akan menghadirkan berkah baru. Harapan akan kegiatan bercocok tanam lancar, hasil panen berlimpah akan menjadi mudah tercapai. Sesungguhnya harapan yang baik, memerlukan suasana yang bersih dan terang. Inilah semangat yang terkandung dari perayaan Qing Ming pada awal mula.