Lihat ke Halaman Asli

Tutut Setyorinie

TERVERIFIKASI

Lifelong Learner

Cerpen | Tanjung Kelana

Diperbarui: 8 September 2021   18:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: PNG tree, pinterest, diolah pribadi

Kau tidak pernah memerhatikan bagaimana tanjung itu tumbuh megar, berbadan kekar. Otot kayunya bermunculan, coklat kehitam-hitaman, khas pemain tinju yang sering kau lihat di layar datar.

Daunnya saling bertumpuk: hijau, kuning, hijau kekuningan, coklat, kuning kecoklatan, layu, lapuk, membusuk bersama ratusan semut, kecoak, cita-cita masa muda, obsesi para lansia, janji kepala daerah sebelum pilkada, sumpah para maling yang berada dalam lembaga anti maling. . .

Adalah sekolahmu, di mana tanjung-tanjung itu berbaris dalam pola. Mengelilingi kelas-kelas, mengelilingi lapangan.

Kau sering kali bersandar di bawahnya. Sesekali sambil melihat awan. Lain kali sambil melihat hasil ujianmu yang berhias donat: tanpa meses, tanpa selai, tanpa lubang; hanya sebuah lingkaran, dibuat dengan pena merah.

Di bawah tanjung, kau merasa damai. Seperti anak kucing yang berada dalam peluk sang induk. Sayang, kau bukan anak kucing; bukan pula peranak kucing.

Peluk terakhir yang kau dapat datang dari karung beras. Meski tak hangat dan sedikit keras, kau tetap menyambut peluknya, dan bahkan memanggulnya dengan penuh cita. Dari truk besi ke lapak-lapak pedagang, ke tukang-tukang kelotong, ke saku para cukong.

Upah panggul sering kau gunakan untuk mengganjal perut. Sesekali dengan nasi tempe, beberapa kali dengan gorengan tempe. Beras mahal, begitu kata orang, padahal kau bisa saja mencurinya ketika sedang berpelukan.

Sehari lalu kepala sekolah menemuimu di bawah tanjung. Beliau berkata, nilai ujianmu sudah kelebihan donat. Lantas kau berpikir, mengapa tidak dijual kalau begitu. 

Karena tidak pakai meses, tidak pakai selai, tidak berlubang. Donatmu hanya sebuah lingkaran, dibuat dengan pena merah, jelas kepala sekolah dalam pikirmu.

"Kau harus lebih giat belajar, Jung," sahut kepala sekolah betulan, kali ini bukan dari kepalamu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline