Lihat ke Halaman Asli

S Aji

TERVERIFIKASI

Nomad Digital

Cerita "Shadow", Monokrom Kekuasaan-Moral dan Perempuan

Diperbarui: 8 Desember 2018   18:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film Shadow/Ying (2018) | Sumber: hollywoodreporter.com

Shadow served their masters by bravely risking their lives, and proved their loyalty by embracing death. Absent from the annals of history, they lived their lives in obscurity and vanished without a trace.

Zhang Yimou baru saja membuat "Shadow" yang memberinya penghargaan pada perhelatan Golden Horse ke-55, di bulan November kemarin. 

Pada ajang yang diorganisir Taipei Golden Horse Film Festival Executive Committee, sosok yang juga membesut Great Wall (2016) mendapat penghargaan Best Director. Selain itu, mendapat juara untuk Best Visual Effect (Samson Wong), Best Art Direction (Ma Kwong-wing) dan Best Makeup & Costume Design

Shadow adalah cerita tentang perebutan kekuasaan dalam masa Ancient China. 

Zaman perpecahan monarki atau fase sebelum unifikasi. Zaman dimana kuasa kaisar sebagai simbolisasi dari persenyawaan yang duniawi dan ukhrawi berada dalam guncangan. 

Guncangan itu bukan saja karena ditentang lewat aksi yang menolak patuh (semisal: menolak bayar pajak, kerja bakti atau wajib militer) namun juga dalam wujud perencanaan kudeta yang rapi. Zaman yang dikenal dengan fase Tiga Kerajaan (Three Kingdom).

Shadow yang beralur mundur dibuka dengan adegan seorang perempuan yang berlari menuju pintu. Matanya terbelalak, menyimpan ketakutan namun berangsur-angsur berubah setelah melihat apa yang terhampar di luar ruangan. Dari situ, cerita mundur ke belakang, ke hari-hari sebelum ekspresi di depan pintu.

Latar belakang dimulai dengan percakapan raja muda Kerajaan Pei dengan menterinya, yang melaporkan jika komandan militer mereka, Yu, baru saja mengunjungi perayaan ulang tahun Jendral Yang di kota Jing. 

Si raja muda memutuskan untuk menunggu kedatangan sang komandan. Dalam masa menunggu itu, adik perempuannya sedang bermain ramalan dengan istri komandan. Meramal dengan menggunakan dadu yang dilempar di atas papan bergambar simbol Yin dan Yang atau Taoisme. 

Istri komandan itu membaca tanda dari hasil lemparan dadu. Yang intinya mengatakan, (situasi sekarang) ini tentang kekuasaan laki-laki. Tidak ada tempat bagi perempuan di sini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline