Lihat ke Halaman Asli

TJIPTADINATA EFFENDI

TERVERIFIKASI

Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Panggilan Bisa Menjadi Jembatan Penghubung

Diperbarui: 11 Mei 2018   08:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto: dokumentasi pribadi/bersama Anika Oriana Suekh, yang berasal dari pulau Rote

Panggilan :"Bapak dan Ibu" ,disematkan  kepada semua orang ,sebagai rasa hormat kepada orang yang memang dari usia lebih tua dari kita atau mungkin juga yang usianya jauh dibawah kita,tapi sebagai ucapan kesantunan,karena posisinya dalam masyarakat.Misalnya ,ketika di Kantor Polisi,walaupun usia Polisi didepan kita usianya ,mungkin seusia cucu kita,tapi sebagai bentuk penghargaan,maka kita memanggil dengan sebutan :" Pak " atau untuk Polwan :"Bu"

Atau contoh lainnya.ketika berada diruang pengadilan dan menjawab pertanyaan dari Jaksa atau Hakim,maka orang menggunakan sebutan:" Bapak Hakim dan Bapak Jaksa atau kalau yang bertugas adalah wanita,maka panggilan disesuaikan dengan :"ibu Hakim atau Ibu Jaksa" .Mana ada orang yang di ruang Pengadilan memanggil Hakim dan Jaksa ,dengan sebutan :"Mas atau Mbak " atau "Uda  dan Uni"

Mendengar panggilan "Bapak atau Ibu" ,adalah hal yang sangat biasa biasa dan tidak terasa menyentuh perasaan,mungkin karena sebutan tersebut,hanyalah sebagai ungkapan kesantunan atau basa basi.Tetapi ketika ada yang memanggil diri kita dengan sebutan :"Ayah " atau "Bunda " ,maupun Opa dan Oma,serta :"Om dan tante" ,maupun "Uda dan Uni" ,ada semacam sentuhan yang berbeda.  Terasa ada energi yang saling bersinergi dalam ucapan .Karena kalau tidak ada hubungan bathin yang sinergi,tidak mungkin ada orang yang mau memanggil kita dengan sebutan demikian.

ket,foto: bersama teman teman di Kupang./dokumentasi pribadi

Kembali ke Judul Tulisan

Panggilan :"Papa dan Mama" biasanya hanya terjadi dalam pembicaraan antara  anak  anak dan orang tua  ataupun mantu terhadap orang tua.Setidaknya hal ini terjadi dalam keluarga kami . Tapi di NTT ,baik ketika kami berkunjung ke Kupang,Maumere,Larantuka,Endeh ,teman teman disana semua memanggil kami dengan sebutan "Papa dan Mama" 

foto:dokumentasi pribadi

Dan panggilan tersebut ,tidak hanya diucapkan oleh orang yang dari segi usianya sepantaran anak anak kami,tapi juga oleh orang yang usianya tidak jauh beda dari kami berdua. Kalimat kalimat singkat ,seperti :" Papa mama sudah makan?" atau " Papa mama mau minum apa?" ,serasa sudah menyembatani antara dua hati. Jembatan yang meleburkan perbedaan  dan sekaligus menyejukan hati.

Ketika berbicara dengan kami, mereka menghentikan semua kegiatannya dan fokus dalam menerima kehadiran  kami berdua. Kalaupun Ponselnya berdering, akan menjawab  panggilan dengan mengatakan :" Maaf,saya lagi berbicara dengan papa dan mama ,sebentar diulang ya"

foto: dokumentasi pribadi

Sedangkan bagi anak anak,memanggil saya :"kakek" dan istri saya dipanggil :"Oma". Berada ditengah tengah warga lokal ,di Kupang,Bajawa,Maumere ,Larantuka, Ende ,hingga ke Labuan Bajo, serasa berada dalam keluarga sendiri.Bukan karena panggilan basa basi,tapi panggilan yang keluar dari lubuk hati terdalam. Hingga saat ini,walaupun sudah lama  kami tidak lagi berkunjung ke NTT, namun hubungan baik masih berlangsung hingga saat ini.

Ada Grace yang mengirim pesan,bahwa ia sudah lulus sarjana ,ada  Erly yang dulu di SD,kini sudah  mahasiswa dan Pak Markus ,serta pak Vincent,yang masih terus berkirim kabar kepada saya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline