"Mengapa jawaban di kertas ulanganmu berbeda dengan konsep yang sudah bapak terangkan?" Tanyaku pada seorang siswa kelas tujuh.
Lalu, siswa itu berargumen dengan kritis dan logis.
Saya sebagai gurunya, mencoba tidak menyalahkan pendapatnya. Malah mengapresiasi keberaniannya memberikan argumen kritis dan logis itu.
Jujur, itu menjadi salah satu pengalaman yang mengesankan bagi saya sebagai guru.
Dari dua puluh enam siswa, ada dua puluh lima yang mengerjakan sesuai konsep yang saya jelaskan. Tetapi siswa yang kritis itu, berbeda sendiri, mencoba memerdekakan cara berpikirnya.
Puluhan tahun kemudian, saya mendengar kabarnya, kalau mantan siswa itu telah berhasil meraih program doktoralnya (Ph. D) di Amerika Serikat. Bahkan hingga saat ini, masih aktif bekerja di Word Bank.
Berbeda lagi dengan siswa yang satu ini.
Sejak SMP telah melahap buku-buku sekelas sarjana dan master. Kebiasaan itu berlanjut hingga SMA. Sering sekali sebelum saya terangkan materi pelajaran, dia sudah paham. Oleh karena itu, saya mencoba membimbingnya dan menantangnya agar berani menulis artikel untuk menuangkan ide dan gagasannya, serta tulisan tersebut pun dipublikasikan.
Saya pun melihat kalau aktivitas pembelajaran yang demikian ternyata menyenangkan baginya dan dapat memaksimalkan potensinya.
Kalau dari segi prestasi siswa tersebut tentu tidak perlu diragukan, beberapa kali siswa tersebut mengikuti OSN hingga tingkat nasional. Bahkan pernah mendapatkan penghargaan dari salah satu kategori.