Lihat ke Halaman Asli

Biarkan Kaki Ini Melangkah...

Diperbarui: 12 Oktober 2015   21:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="langkah yang tak akan terhapuskan"][/caption]Ini adalah sepenggal kisah perjalanan anak muda yang berjuang untuk mencari arah dan tujuan hidup. Aku hanyalah sosok anak muda biasa namun punya tekad kuat untuk tidak menjadi beban orang tua. Tiga tahun aku bersekolah di SMK bidang seni dan kerajinan, namun selama proses panjang tiga tahun itu pula aku tak mampu menggali potensi seni yang ada dalam diriku. Mungkin bisa jadi benar bahwa seni didominasi oleh bakat dan keturunan, aku tak memiliki keduanya.

Usai aku menjalani wisuda di SMK tempatku menimba ilmu, akupun mulai menyusun rencana hidup. Dari awal aku masuk ke sekolah ini memang tujuan utamanya untuk bekerja, namun di akhir akhir masa sekolahku ini aku ingin sekali menempuh pembelajaran di universitas. Karena plan yang kurang matang aku urungkan niat untuk melanjutkan pendidikan dan aku putuskan untuk membantu ekonomi kedua orangtua ku.

Aku langkahkan kaki ini untuk pergi merantau ke tanah sunda, disini aku bekerja dengan lima orang teman. Tiga hari bekerja dua temanku memaksakan diri untuk pulang, mungkin mentalnya belum siap. Selang dua bulan kemudian dua rekanku juga memutuskan untuk pulang, sekarang tinggal aku dan seorang temanku yang masih bertahan. Setahun kemudian temanku memutuskan untuk ikut pendaftaran SBMPTN, dan aku mulai teringat dengan keinginanku untuk melanjutkan pendidikan.

Hari demi hari sekarang aku lalui sendiri, tanpa teman dan hanya di temani pikiran pikiran yang tidak jelas. Tahun 2015 aku buka dengan lembaran baru, di bulan januari aku mulai googling cara masuk universitas dan syarat syarat yang di perlukan. Karena aku sadar akan kemampuanku yang tidak begitu tinggi dan pikiran yang sudah lama rehat maka aku putuskan untuk mendaftar di universitas yang syarat masuknya tidak terlalu membebankan.

Setelah lama mencari akhinya aku dapat universitas yang syaratnya paling ringan, STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara) yang sekarang berubah nama menjadi PKN STAN (Politeknik Keuangan Negara STAN). Dari sini aku mulai mengumpulkan materi yang akan dijadikan sebagai materi tes tulis. Pinjam teman, googling serta mencari tahu dari berbagai sumber. Bulan februari aku mulai mendapatkan materi materi, dan mulai dari sini aku belajar mendalami materi. Tiap kali pulang kerja aku sempatkan membaca, memahami konsep soalnya, dan aku berlatih mandiri.

Tiga bulan berlalu, belajar sendiri adalah caraku memperdalam materi, tanpa bimbingan, tanpa guru. Kutunggu waktu pendaftaran, melihat dari tahun sebelumnya pendaftaran ada di bulan mei namun hingga mei berakhir tak kunjung ada kejelasan hingga akhirnya aku berhenti belajar. STAN/PKN STAN memang membuka pendaftaran dengan melihat dari kebutuhan pemerintah akan pegawai di kementrian keuangan, jadi PMB/USM tidak bisa dipastikan ada/tidak tiap tahunnya.

Setelah penantian panjang akhirnya akhir juli pengumuman resmi pendaftran di buka, disitu ada satu harapan bahwa ini adalah kesempatan pertama dan terakhirku untuk bisa bergabung disini. Tuhan memberikanku kemudahan, dari sini mulai lagi persiapanku yang sempat terhenti.

Minggu kedua dibulan agustus aku pulang ke rumahku di pekalongan untuk mengambil berkas berkas. Minggu ketiga aku melakukan verifikasi berkas di Jakarta, melihat kampusnya saja aku sudah kagum. Minggu keempat kulangkahkan lagi kakiku di Jakarta, kali ini tujuanku di Stadion Gelora Bung Karno, Tempat berlangsungnya USM PKN STAN 2015.

Sabtu sore aku ke Jakarta, di Jakarta aku sudah di tunggu teman lama namun sayang dia cewek jadi aku tak bisa menginap dikosnya. Semalam sudah kita berkeliling ibukota, rasanya benar benar mengantuk. Mungkin ini keadaan yang sangat tidak dianjurkan untuk mengikuti tes, aku tak tidur semalaman. Namun dengan keadaan yang sedikit mengantuk aku tetap mengikuti tes dengan semangat.

Minggu kedua di bulan September pengumuman hasil tes tulispun keluar, tanpa disangka sangka namaku ada di antara deret peserta yang lolos. Minggu ketiga aku menuju Jakarta untuk tes kesehatan dan kebugaran. Disini aku seorang diri, tanpa teman namun akhirnya aku putuskan berada di kota tua. Ditempat ini setidaknya aku mempunyai teman, walau aku juga tak tahu mereka siapa.

Paginya dengan keadaan mengantuk aku langkahkan kakiku menuju tempat tes, ketika peserta lain siap tes lain halnya dengan diriku yang mengantuk ini. Namun pada minggu ke empat bulan September ternyata namaku kembali masuk daftar, dan yang mengejutkan aku mendapat tempat pendidikan di Pontianak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline