Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Pendiri TBM Lentera Pustaka Siapkan Buku "Lelaki Lima Puluh Tahun"

Diperbarui: 29 Februari 2020   22:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Jelang ulang tahun ke-50, Syarifudin Yunus, Pendiri dan Kepala Program Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor menyiapkan buku antologi puisi dan autobiografi tentang dirinya berjudul "Lelaki Lima Puluh Tahun; Di Bilik Kopi". Buku yang berisikan 50 puisi sebagai simbol perjalanan hidupnya sekaligus sejarah hidupnya sebagai potret kehidupan yang dapat memberi inspirasi dan pencerahan bagi pembaca.

Dari sejak lahir, sekolah, kuliah, bekerja, hingga menjadi pengabdi sosial di taman bacaan. Tidak mudah, di tengah profesinya sebagai seorang konsultan professional di DSS Consulting, Dosen di Universitas Indraprasta PGRI Jakarta lebih dari 25 tahun, dan kini Direkttur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) dan edukator dana pension di Indonesia. 

Ia memilih untuk "mengabdi pada masyarakat" setiap minggunya dari Jakarta ke Bogor untuk membimbing anak-anak usia sekolah dan ibu-ibu buta huruf di kampung kecil di Kaki Gunung Salak Bogor. Demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi di kampung.

Di buku "Lelaki Lima Puluh Tahun; Di Bilik Kopi", Pendiri TBM Lentera Pustaka menuturkan bahwa pengabdian kepada masyarakat adalah ujung dari perjalanan hidupnya. Bersama TBM Lentera Pustaka, ia memberi contoh pentingnya komitmen dan konsistensi untuk berbagi ilmu dan pengetahuan kepada masyarakat yang membutuhkan. Karena "Khairrunnas anfa'uhum linnas", sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat kepada orang lain. Bukan orang yang bermanfaat buat dirinya sendiri.

Baginya, TBM Lentera Pustaka yang bermula dari garasi rumah disulap menjadi rak-rak buku, Dinding tembok yang diberi gambar mural. Hingga diberi papan penanda taman bacaan menegaskan tempat itu bukan lagi rumah tapi taman bacaan.TBM Lentera Pustaka baginya, adalah tempat untuk "merendahkan hati". Bahwa perbuatan baik itu tetap di atas pikiran baik. Tempat mengubah "niat baik jadi aksi nyata".

Kini di usianya yang 50 tahun, Syarifudin Yunus semakin yakin. Bahwa TBM Lentera Pustaka telah menjadi tempat belajar bagi banyak orang. Tempat mengabdi "orang-orang baik" yang selalu ikhlas dan rela menyatukan diri dengan masyarakat yang tidak mampu.

Di buku antologi puisi dan autobiografi itu pula, Pendiri TBM Lentera Pustaka bertutur dan berpesan kepada pegiat literasi dan pengabdi social untuk tetap istiqomah pada tiap langkah sosialnya. Bahwa proses jauh lebih berharga daripada hasil. Bahkan tiap proses dan kepedulian pun ada risikonya. Bahwa musuh terbesar "orang yang berbuat" adalah "orang yang terus ngomong" tanpa berbuat.

Lalu, mengapa lelaki lima puluh tahun?

Karena lelaki di usia 50 tahun adalah momentum. Untuk merefleksikan diri seberapa manfaat untuk orang lain, Bukan seberapa hebat, seberapa kaya atau seberapa sukses.  Justru di usia 50 tahun, sebutlah generasi 50 tahun itu hidupnya lebh praktis, lebih SIMPEL. Sambil menjaga keseimbangan hidup; lahir-batin, jasmani-rohani. Lelaki lima puluh tahun, ternyata prinsip hidupnya, filosofinya bahkan gaya hidupnya sederhana alias SIMPEL.

Generasi 50 tahun itu enggak neko-neko, enggak banyak yang dipengen apalagi yang dimimpikan. Karena generasi 50 itu sadar berada di antara dua kutub; kutub tradisional dan kutub modern. Selalu tetap ikut dinamika zaman tapi menjaga tradisi baik yang dijunjung tinggi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline