Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Kenapa Mahasiswa Harus Jadikan Menulis Ilmiah sebagai Perilaku?

Diperbarui: 28 Agustus 2019   11:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi

Menulis ilmiah seringkali dijadikan momok bagi mahasiswa di jenjang apapun; S1, S2 maupun S3. Menulis ilmiah dianggap hal yang menakutkan. Bahkan tidak sedikit mahasiswa yang buru-buru bilang "saya tidak bisa menulis". 

Maka konsekuensinya, berapa banyak mahasiswa yang "tidak mampu" menyelesaikan studi tepat waktu? Akibat gagal menyelesaikan skripsi, tesis atau disertasi.

Lagi-lagi, menulis ilmiah dianggap sulit. Entah karena memang jarang menulis. Atau memang karena selama menjadi mahasiswa memang "malas" menulis. Bila mahasiswa tidak mau menulis ilmiah, lalu kepada siapa menulis ilmiah harus dialamatkan?

Maka, tidak bisa tidak, mahasiswa di manapun harus jadikan menulis ilmiah sebagai perilaku. Karena hakikatnya, aktivitas dan hidup mahasiswa sehari-hari pasti berhadapan dengan kegiatan ilmiah. Mulai dari kuliah, membuat makalah, presentasi, diskusi ilmiah, penelitian hingga menulis skripsi/tesis/disertasi. Dan semua itu harus dituliskan secara ilmiah, bukan secara tidak ilmiah. Maka mahasiswa harus menulis ilmiah.

Ada 3 (tiga) alasan kenapa mahasiswa harus jadikan menulis ilmiah sebagai perilaku?

Pertama, karena mahasiswa dari sejak kuliah hingga lulus pasti berhadapan dengan aktivitas ilmiah. Setidaknya membuat skripsi, tesis, atau disertasi. Bahkan tidak sedikit tugas kuliah, makalah, hasil diskusi hingga seminar yang disajikan dalam tulisan ilmiah. 

Kedua, karena memori mahasiswa sangat terbatas sehingga tulisan ilmiah adalah alat jitu untuk merekam seluruh peristiwa dan argumentasi ilmiah yang dialami mahasiswa. Ketika mahasiswa lemah dalam mengingat, maka menulis ilmiah adalah solusinya. 

Ketiga, karena menulis ilmiah sama artinya dengan membangun peradaban manusia. Tulisan adalah sebab terbentuknya peradana manusia. Apa yang terjadi di masa lampau hanya bisa diketahui karena ada tulisannya. Bahkan budaya literasi yang kini digembar-gemborkan hampir pasti tidak bermanfaat tanpa didukung perilaku membaca dan menulis.

Maka, mahasiswa harus jadikan menulis ilmiah sebagai perilaku. Sejak masuk kuliah hingga lulus, mahasiswa harus membiasakan diri untuk menulis. Berani menulis yang berdasar pengetahuan, pengalaman bahkan perasaannya. Hanya perilaku menulis yang bisa menjadikan seseorang memiliki kebiasaan menulis. Menulis ilmiah bukanlah pelajaran. Tapi menulis adalah perilaku yang harus dibuktikan dalam bentuk karya tulisan.

"Keterampailan menulis ilmiah mahasiswa hari ini tergolong memprihatinkan. Karena di tengah gempuran era digital seperti sekarang, justru makin menjauhkan mahasiswa dari perlaku menulis ilmiah. Mereka menjadi pasif dalam memberi informasi malah aktif mencari informasi secara instan. Itu semua terjadi karena lemahnya menulis ilmiah " ujar Syarifudin Yunus, Dosen Universitas Indraprasta PGRI yang sekaligus pegiat literasi Indonesia.

Faktanya, tidak sedikit mahasiswa yang menagnggap "menulis ilmiah" sebatas mata kuliah atau bahan pembelajaran. Padahal menulis adalah perilaku alias perbuatan. Karena "menulis" berarti perilaku menuangkan ide atau gagasan secara tertulis.  Sedangkan "ilmiah" adalah sebuah cara berpikir yang bersifat ilmiah; pikiran yang memenuhi kaidah ilmu pengetahuan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline