Lihat ke Halaman Asli

Pengaruh Sifat Perfeksionisme Terhadap Depresi Remaja

Diperbarui: 15 Maret 2024   22:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh : Syafa'atus Syarifah 

 

Saat ini banyak remaja yang menuntut diri untuk terlihat sempurna dalam segala hal. Mencoba banyak kegiatan dengan embel-embel bahwa hal itu akan membuat dia terlihat multitalented. Pada dasarnya hal yang remaja ini lakukan dapat menjadi pengaruh baik bagi diri karena hal tersebut dapat menumbuhkan kemampuan dan pengalaman baru untuk dirinya. Mencoba hal baru adalah bentuk dari pencarian jati diri. 

Remaja adalah masa di mana manusia mulai mencari jati dirinya dengan mencoba untuk mengeksplorasi banyak hal untuk menentukan hal yang sesuai dengan dirinya sebelum dirinya menuju masa dewasa. Menurut Erik Erikson dalam teori psikososial masa remaja ialah masa perkembangan peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang melibatkan fisik, kognitif, dan perubahan psikososial. 

Dengan adanya kemauan diri untuk mencoba hal-hal baru akan membentuk karakter dalam dirinya sehingga hal tersebut akan mempermudah dirinya untuk mengambil keputusan dan menentukan hal yang dia inginkan sesuai dengan kemampuan yang sudah dibentuk sebelumnya.

Masyarakat menilai bahwa orang yang bisa melakukan banyak hal adalah orang yang cerdas. Kecenderungan ini menjadi stereotipe yang dipercaya banyak orang bahwa orang yang dapat melakukan segala sesuatu adalah orang yang cerdas dan stigma masyarakat terhadap orang seperti ini adalah orang yang dapat diandalkan dan bisa membantu pekerjaan sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan. 

Menurut EB. Hurlock dalam buku Personality Development (1997) menyatakan bahwa kapasitas intelektual secara tidak langsung mempengaruhi penilaian orang lain terhadap seseorang. Penilaian orang lain mempengaruhi penilaian oleh diri sendiri, karena orang-orang dalam kelompok sosialnya akan menentukan peran yang dijalani dan bagaimana mereka memperlakukannya. 

Orang yang dianggap pintar, dimana faktor-faktor lainnya sama, lebih memiliki pengaruh terhadap orang lain, dibanding orang yang memiliki intelektual rata-rata.  Terlihat memiliki kemampuan yang beragam pada remaja juga merupakan bentuk self affirmation atau penegasan diri yang dibuat untuk membuat sebuah validasi muncul dari orang lain. Validasi akan kemampuan yang dia miliki dapat membuat seorang remaja merasa bahwa ada kepuasan dalam dirinya dan sesuatu yang dia lakukan tidak sia-sia.

Pola terhadap keinginan untuk bisa segalanya membuat keinginan untuk sempurna juga akan muncul, hal ini yang memicu keadaan di mana remaja akan takut gagal. Hal seperti ini merupakan bentuk dari adanya sifat perfeksionisme. Menurut Tjahjono (2002) perfeksionisme merupakan salah satu permasalahan kepribadian yang mungkin muncul pada anak berbakat. 

Peters (1996) mengemukakan bahwa perfeksionisme lebih banyak ditemukan pada individu yang memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi. Sifat perfeksionis yang ada ini jika terus dikembangkan maka akan memicu adanya rasa obsesi terhadap kesempurnaan terhadap hal yang dilakukan olehnya. 

Perfeksionisme menurut Hewit dan Silverman (dalam Peters, 1996) adalah keinginan untuk mencapai kesempurnaan diikuti dengan standar yang tinggi untuk diri sendiri, standar yang tinggi untuk orang lain, dan percaya bahwa orang lain memiliki pengharapan kesempurnaan untuk dirinya dan memotivasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline