Lihat ke Halaman Asli

Resensi Buku "Humor Wayang, Peduli Sampah Cintai Bumi"

Diperbarui: 11 Desember 2018   08:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cover Buku Humor Wayang (dokpri)

Masalah lingkungan sama halnya dengan masalah politik, adalah masalah yang patut dibahas secara serius. Namun penulis dengan jitu mampu membahas masalah lingkungan dalam khasanah humor. Melalui humor-humor segar, penulis mampu mengajak pembaca untuk mencintai bumi, menjaga dan merawat bumi.

Meski agak sedikit aneh, karena kurang sesuai dengan judulnya, buku ini dibagi menjadi tiga kelompok penutur yang berdialog tentang bumi. Ke tiga kelompok penutur ini menyuarakan pesan-pesan tentang keutuhan lingkungan, kelestarian lingkungan, hingga demokrasi ekologi. Seharusnya penulis dapat secara utuh menuturkan humor-humor melalui punakawan agar sesuai dengan judul buku "Wayang Humor".

Penutur pertama sesuai dengan judul buku ini diwakili oleh kelompok punakawan Semar dengan anak-anaknya Petruk, Gareng dan Bagong. Disini punakawan berdialog dengan lucu seperti saat menampilkan adegan goro-goro pada setiap pertunjukan Wayang Orang. Banyak hal dibahas, seperti budaya sampah, menyelamatkan fauna, satu tempat sampah di mobil, hingga niat untuk menjadi Environmentalis.

Simak saja pada hal. 36-37 dibawah judul tulisan "Diberi Hati Minta Ampela", yang menambahkan 2 tokoh wayang wanita, Limbuk dan Cangik.

Limbuk : "Ibu, aku sudah belajar semua aji kepandaian wanita yang Ibu suruh. Aku sudah menemukan pria wayangku. Apakah sekarang aku boleh kawin?"

Cangik : "He ! Kawin dengan siapa ? Apa kerjanya? Dari negri wayang apa ?

Adegan ini mengetengahkan pertanyaan klise yang selalu ditanyakan orang tua terhadap anak-anaknya yang mau menikah. Dan jawaban Limbuk, ia akan kawin dengan putra wayang yang punya bank, namun setelah ditelusur lebih jauh, yang dimaksud bank adalah bank sampah. Searah dengan tujuan penulisan buku ini untuk peduli sampah.

Kelompok ke dua diwakili oleh tukang kebun yang disebutkan berbeda golongan darah. Disini kisah lucu mengetengahkan dialog tentang binatang peliharaan, dan tumbuh-tumbuhan.

Salah satu kisah lucu yang menggelitik, penulis juga menyitir istilah pribumi dan non pribumi yang sering justru mengkotak-kotakkan bangsa ini, pada hal. 50-52 dibawah judul tulisan "Asal Pohon Buah yang Kamu Tanam dari Negara Pribumi atau Nonpribumi".

Tukang Kebun Golongan Darah A : "Jadi, kebun kita ini semua isinya nanti pohon-pohon buah dari negara nonpribumi ?"

Tukang Kebun Golongan Darah A, B, AB, O : " Setuju ! Dan mulai saat ini berhentilah memakai kata pribumi dan nonpribumi di kebun milik Bangsa Indonesia."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline