Lihat ke Halaman Asli

Ummi Azzura Wijana

TERVERIFIKASI

Music freak

Mengendarai Sepeda Motor: Pilihan Realistis Transportasi Kerja

Diperbarui: 12 Agustus 2025   12:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan Menyenangkan Pulang Pergi Gunungkidul-Magelang. Dokpri.

Hidup jauh dari orang tua bukanlah pilihan yang mudah. Rindu yang menumpuk, waktu yang terbatas, dan keinginan untuk pulang sering kali berbenturan dengan realitas biaya dan waktu. Namun, demi keberlangsungan hidup, setiap orang harus menentukan jalannya sendiri---di mana akan bekerja, dan bagaimana mengatur keuangannya.

Saya lahir dan besar di Gunungkidul, namun sejak dua dekade lalu bekerja sebagai ASN di Magelang. Meski sudah 20 tahun menetap, cinta pada tanah kelahiran tak pernah pudar. Saya tetap tinggal di rumah orang tua, tidak membeli rumah di Magelang. Sebagian orang mungkin menganggap itu kurang praktis, tapi bagi saya, rumah orang tua adalah pusat kehidupan, sumber doa, dan tempat pulang yang memberi kekuatan.

Masalahnya, biaya hidup di dua kota berbeda bukan perkara sepele. Gaji ASN dengan angka standar tentu harus dibagi rata untuk biaya sekolah anak, kebutuhan sehari-hari, dan---yang seringkali terabaikan---biaya transportasi. Kalau menggunakan transportasi umum, perjalanan Magelang--Gunungkidul bisa menghabiskan sekitar Rp100 ribu pulang-pergi. Itu belum termasuk waktu tempuh yang panjang dan tidak fleksibel. Naik angkot, ganti bus antarprovinsi, lanjut bus lokal, hingga ojek. Bayangkan, berangkat jam 3 pagi demi tiba tepat waktu di kantor, lalu pulang sore dengan risiko tidak kebagian kendaraan umum.

Secara matematis, jika setiap hari harus mengeluarkan Rp100 ribu hanya untuk transportasi, maka sebagian besar gaji akan habis di jalan. Saya pun mencari alternatif: mengendarai sepeda motor.

Pilihan ini mengubah banyak hal. Dengan motor yang irit bahan bakar, perjalanan Magelang--Gunungkidul bisa ditempuh dalam dua jam dengan biaya bensin hanya Rp25 ribu sekali jalan. Saya memutuskan untuk tidak pulang setiap hari, melainkan sekali seminggu. Hasilnya? Total biaya transportasi sebulan hanya sekitar Rp300 ribu. Hemat waktu, hemat uang, dan tetap memberi ruang untuk pulang ke rumah orang tua secara rutin.

Suasana Gunungkidul dari Bukit Patuk. Dokpri.

Bagi sebagian orang, perjalanan 100 km setiap minggu mungkin terdengar melelahkan. Tapi bagi saya, ada kekuatan yang tak ternilai setiap kali menjejakkan kaki di rumah. Saat ibu menepukkan kedua telapak tangannya ke kepala saya sambil berdoa, semua lelah hilang. Doa itulah yang membuat saya tetap sehat, bersemangat, dan tegar menghadapi pekerjaan.

Saya menyadari, mengendarai sepeda motor bukan sekadar soal efisiensi. Ini tentang menjaga keseimbangan antara keuangan, waktu, dan batin. Bagi mereka yang merantau, keputusan seperti ini mungkin terasa sederhana, tapi dampaknya besar. Dalam hidup, kita memang harus pintar memilih strategi, dan bagi saya, motor adalah solusi finansial sekaligus jembatan menuju doa orang tua.

Selama orang tua masih ada, motor saya akan terus melaju menempuh 100 km setiap pekan. Sebab ada hal-hal yang nilainya jauh di atas angka di dompet---yaitu kebersamaan, doa, dan cinta yang tak pernah habis.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline