Lihat ke Halaman Asli

Sultani

TERVERIFIKASI

Pemerhati Isu-isu Pangan Lokal, mantan Peneliti Litbang Kompas

Arogansi yang Memicu Api Pemakzulan: Kronik Kejatuhan Bupati Pati

Diperbarui: 18 Agustus 2025   07:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demo masyarakat Pati menuntut Bupati Sudewo agar mundur dari jabatannya (Sumber: Radarbanyuwangi.id)

Ketika seorang penguasa menantang rakyatnya sendiri, legitimasi --yang seharusnya kokoh-- mendadak goyah tak tertahankan. Di Pati, Jawa Tengah, kisah Bupati Sudewo adalah cerita tentang bagaimana arogansi penguasa memancing perlawanan rakyat, hingga berujung terkoyaknya kekuasaan oleh rakyat sendiri. Kejatuhan Bupati Sudewo di hadapan rakyatnya sendiri memberi pesan yang tajam dan nyata: kekuasaan arogan, bahkan yang didapat lewat proses demokratis sekalipun, bisa runtuh ketika kehilangan legitimasi rakyat. Pesan bagi penguasa: “Mandat demokratis” bukan jaminan kebal kritik. Kuasa tanpa empati dan komunikasi dengan publik adalah bom waktu politik.

Prolog: Arogansi dari Pajak PBB 250 Persen
Hari itu, pertengahan Mei 2025, ruang rapat di Pendopo Kabupaten Pati dipenuhi pejabat dengan map-map tebal di meja. Bupati Sudewo, dengan nada percaya diri, mengumumkan kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen. Alasannya, seperti tertulis dalam dokumen resmi, adalah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah yang dinilai stagnan.

Kebijakan ini memicu protes awal dari kelompok petani, pedagang kecil, dan lapisan masyarakat yang paling rentan. Angka yang dipatok bupati itu terdengar seperti tamparan keras bagi petani yang baru saja keluar dari krisis harga gabah, pedagang kecil yang omzetnya baru mulai merangkak naik, hingga keluarga kelas menengah yang selama ini menjadi pembayar pajak patuh. Kenaikan tarif pajak hingga dua kali lipat lebih tersebut membuat mereka semua merasakan ancaman beban baru yang akan memukul mereka kelak. 

Dalam situasi yang rentan ini, langkah Bupati Sudewo dianggap tidak sensitif sekaligus sembrono. Narasi pemerintah daerah yang menekankan "kepentingan pembangunan" kehilangan resonansinya karena rakyat merasa pembangunan itu dibayar dari kantong mereka yang sudah menipis. Dalam diskusi warung kopi dan grup WhatsApp warga, kata "pajak" mulai diucapkan beriringan dengan kata "zalim". Pasalnya, Sudewo tidak memberikan jeda atau transisi yang bisa meredam dampak kejut bagi masyarakat. Tidak ada mekanisme kompensasi, tidak ada program peredam beban, seolah rakyat diminta menerima saja.

Dari sudut pandang politik, kebijakan ini adalah titik awal retaknya relasi antara penguasa dan yang dikuasai. Dalam teori kontrak sosial, legitimasi pemimpin lahir dari kemampuan menyeimbangkan kebutuhan fiskal negara dengan kepentingan rakyat. Kenaikan PBB-P2 yang drastis adalah sinyal kegagalan mengelola keseimbangan itu. 

Bagi sebagian pengamat, inilah bentuk awal "arogansi kebijakan"--ketika pemerintah percaya bahwa kepentingan pembangunan bisa menjadi pembenaran tunggal, tanpa mempertimbangkan daya tahan psikologis dan finansial masyarakat.

Dalam konteks Pati, kenaikan pajak ini tidak berdiri sendiri; ia bersinggungan dengan memori kolektif warga tentang sejumlah kebijakan daerah yang sebelumnya dianggap elitis dan tidak pro-rakyat. Kebijakan ini menjadi bahan bakar yang menguapkan simpati publik terhadap sang bupati.

Dan sebagaimana yang kerap terjadi dalam sejarah perlawanan rakyat, kebijakan yang dianggap tak adil menjadi katalis pembentukan jaringan perlawanan. Di Pati, kebijakan fiskal yang dianggap sewenang-wenang tersebut telah memantik percikan perlawanan rakyat. Awalnya memang masih kecil, hanya berupa bisik-bisik di warung kopi dan keluhan di grup WhatsApp warga.

Namun, bara yang disulutnya terus menyala dan menjalar dengan cepat hingga warga mulai membicarakan aksi protes, meskipun baru di lingkaran terbatas. Percikan yang awalnya terlihat kecil perlahan-lahan menumbuhkan benih perlawanan yang terus-menerus diprovokasi hingga meledak menjadi gerakan besar.

Provokasi Publik: Tantangan yang Mengundang Badai

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline