Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah, Program Studi S1 Statistika Universitas Airlangga menyelenggarakan pelatihan AKM numerasi melalui pembelajaran interaktif bagi guru guru SMAN 6 Surabaya. Pelatihan ini menghadirkan Drs. H. Soediono, M.Si., selaku Kaprodi S1 Statistika Unair, dan Ir. Elly Ana, M.Si., selaku dosen S1 Statistika Unair, yang membawakan materi tentang Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) Numerasi. Selain itu, hadir pula Wachid Kurniawan Ramadhani, S.Pd., Master Teacher Coach dari Ruangguru, yang menyampaikan materi bertajuk “Membuat Pembelajaran Lebih Hidup: Saatnya Guru Bicara, Siswa Merespon.” Kegiatan ini bertujuan membekali guru dengan strategi mengajar yang mendorong partisipasi aktif siswa dan meningkatkan kemampuan berpikir logis di kelas.
Dalam sesi yang berfokus pada Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) Numerasi, yang dibawakan oleh Drs. H. Sediono, M.Si. dan Ir. Elly Ana, M.Si. Dari Program Studi S1 Statistika Unair. Mereka menjelaskan bahwa motto kerja Program Studi S1 Statistika Unair adalah "FROM ZERO BECOME ONE BY DATA". Drs. Sediono dan Ir. Elly Ana menekankan bahwa dua hal utama yang esensial bagi setiap individu adalah literasi (baca-tulis) dan numerasi (hitung). "The all activity in this life always starting from not understanding become understanding by knowledge and information," tutur mereka, sembari merujuk pada QS (96: 1-5) yang mengawali perintah dengan membaca dan menulis sebagai fondasi kemajuan ilmu pengetahuan. Menurut mereka, semua bidang ilmu Statistika, Fisika, Ekonomi, dan Agama membutuhkan literasi dan numerasi.
Pembukaan Materi AKM Oleh Drs. H. Sediono, M.Si (Sumber: Tim Dokumentasi Prodi Statistika UNAIR)
Para pemateri memaparkan bahwa AKM merupakan bagian dari Asesmen Nasional (AN) yang bertujuan mengukur kompetensi dasar siswa berupa literasi membaca dan numerasi matematika, bukan penguasaan materi mata pelajaran spesifik. AKM lebih fokus pada kemampuan berpikir kritis, bernalar logis, dan pemecahan masalah dalam kehidupan nyata. Pelaksanaan AKM di kelas 11 SMA secara acak bertujuan untuk memetakan mutu pendidikan sekolah, bukan menilai individu siswa. "Tujuan utama AKM memberi gambaran capaian kompetensi esensial siswa, membantu sekolah dan guru memperbaiki strategi manajemen pembelajaran," jelas para dosen. AKM juga berperan sebagai alat refleksi untuk perbaikan sistem pembelajaran, mendorong pemerataan kualitas pendidikan, serta menjadi dasar bagi guru untuk mengajar sesuai level siswa.
Penjelasan Materi AKM Oleh Ir. Elly Ana, M.Si. (Sumber: Tim Dokumentasi Prodi Statistika UNAIR)
Materi AKM Numerasi mencakup empat ruang lingkup utama: Bilangan (nilai tempat, operasi dasar, pecahan, desimal, bilangan negatif), Pengukuran dan Geometri (bangun datar/ruang, volume, luas permukaan, penggunaan satuan baku), Statistika dan Probabilitas (pengumpulan data, penyajian data, analisis data, konsep peluang), serta Aljabar (persamaan/pertidaksamaan sederhana, relasi fungsi, rasio/proporsi). Proses kognitif dalam AKM Numerasi terbagi menjadi Pemahaman (mengenali konsep dasar), Penerapan (menggunakan konsep dalam situasi rutin), dan Penalaran (memecahkan masalah non-rutin dengan logika dan analisis).
Kegiatan pelatihan ini dilatarbelakangi oleh permasalahan aktual yang dihadapi oleh para guru di SMAN 6 Surabaya. Dalam praktiknya, Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) masih cenderung dipandang sebagai asesmen akhir, bukan sebagai bagian dari strategi pembelajaran yang berkelanjutan. Padahal, dengan menekankan aspek literasi, numerasi, serta penguatan pendidikan karakter, AKM semestinya dapat digunakan secara optimal untuk meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Sayangnya, harapan tersebut belum sepenuhnya tercapai, khususnya pada instrumen numerasi. Siswa masih menunjukkan tingkat kejenuhan dan rendahnya minat dalam mengikuti pembelajaran numerik, yang berdampak pada pemahaman yang kurang optimal terhadap materi. Salah satu penyebabnya adalah minimnya pelatihan internal yang membekali guru dengan kemampuan mendesain pembelajaran numerasi yang kontekstual dan selaras dengan prinsip-prinsip AKM. Akibatnya, kualitas pembelajaran di kelas belum sepenuhnya mencerminkan semangat asesmen nasional yang berorientasi pada pengembangan kompetensi berpikir kritis dan pemecahan masalah. Selain itu, metode pembelajaran yang masih bersifat konvensional turut berkontribusi pada rendahnya keterlibatan siswa dalam proses belajar, sehingga pembelajaran menjadi kurang efektif.
Sesi selanjutnya berfokus pada pembelajaran interaktif, Wachid Kurniawan Ramadhani, S.Pd., menyoroti beberapa masalah umum yang sering dihadapi guru di kelas, seperti siswa yang terlihat pasif, asyik dengan gawainya, tidak ada yang menjawab pertanyaan, hingga nilai ulangan yang rendah meskipun siswa merasa "sudah paham". Menurutnya, hilangnya minat belajar siswa seringkali disebabkan oleh kebiasaan menerima informasi secara pasif, kurangnya keterkaitan dengan materi pelajaran, serta minimnya ruang bagi siswa untuk berbicara, bertanya, dan mencoba.
"Solusinya adalah pembelajaran interaktif," tegas Wachid. Ia menekankan bahwa interaktif tidak berarti suasana kelas menjadi ribut, melainkan siswa aktif secara pikiran dan perasaan, diberi ruang untuk berpikir, merespon, dan mencoba. Konsep ini diperkuat dengan landasan teori seperti Social Constructivism oleh Vygotsky yang menyatakan pengetahuan dibangun melalui interaksi sosial , Cognitive Constructivism oleh Piaget yang menekankan pentingnya siswa aktif mengeksplorasi , serta Active Learning Framework dari Bonwell & Eison yang menyebutkan partisipasi aktif meningkatkan retensi dan pemahaman. Contoh penerapan di kelas meliputi diskusi berpasangan, kolaborasi kelompok, eksperimen sederhana, hingga kuis reflektif.
Penyerahan Kenang-kenangan Kepada Wachid Kurniawan Ramadhani, S.Pd., Selaku Pemateri dari Ruang Guru (Sumber: Tim Dokumentasi Prodi Statistika UNAIR)