Lihat ke Halaman Asli

fanky christian

IT Specialist, DCMSolusi, DCMGroup, EventCerdas, StartSMEup, JesusMyCEO, IndoBitubi, 521Indonesia

ICT for Climate Change: Kurangi Sedot Air Tanah

Diperbarui: 5 September 2021   17:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Salah satu hal yang mengagetkan kita beberapa minggu lalu, adalah pernyataan presiden USA Joe Biden mengenai Jakarta yang akan tenggelam di tahun 2030. Kok bisa-bisanya dia berkata begitu? Ternyata, apa yang dikatakannya berasal dari website non profit yang bernama Climate Central. 

Dalam publikasi map secara online, kita memang bisa melihat , di seluruh bagian dunia, terutama yang berada di dekat dengan laut, dimana negara kita diatas 75% adalah kepulauan, maka ada beberapa daerah yang akan terendam air, akibat perubahan iklim yang sedang terjadi. Dan salah satunya adalah ibukota kita, Jakarta.

Jakarta tenggelam di 2030, begitu berita muncul di media. Dan semua orang terhentak. Kembali bertanya mengenai keributan yang pernah terjadi sebelumnya terkait tanggul jakarta dan mega proyek PIK yang sekarang sedang aktif berjualan proyek propertinya. Hingga orang lupa, bahwa pulau-pulau buatan itulah yang akan menjadi target utama dari kenaikan air laut global yang akan terjadi. 

Sekarang pertanyaannya, bagaimana Jakarta mengatasi dirinya agar tidak tenggelam. Bicara mengenai tenggelam, atau permukaan air laut yang lebih tinggi tidak hanya terjadi di Jakarta. Di banyak tempat di berbagai negara, juga mengalami hal yang sama. Dan sekarang apa yang mereka telah lakukan, dan kita belum lakukan dengan masif. Itu yang harus kita kejar. 

Semua orang sudah tahu, dari waktu ke waktu, para pemimpin Jakarta bicara hal yang sama. Bicara bahwa Jakarta akan tenggelam karena adanya air laut yang sudah jauh masuk ke tengah kota, mengisi kekosongan karena semua orang mengambil air tanah seenaknya bertahun-tahun. 

Tidak lupa, proyek besar apartemen yang muncul dimana-mana juga menimbulkan hal baru, pengambilan air tanah yang berlebihan. Ini terjadi di semua bagian Jakarta, dan sekarang sudah merambah ke pinggiran kota.

Tidak bisa menyalahkan pengambilan air tanah yang luar biasa besar, karena memang tidak adanya sumber air bersih yang terpusat yang seharusnya dikelola pemerintah. Kita melihat dari waktu ke waktu, pengelolaan air bersih ini sudah semakin baik, mendayagunakan kemampuan perusahaan air minum daerah yang ada. 

Kita melihat pengelolaaan air mandi sudah semakin baik (saya cenderung menyebutnya demikian, karena tidak layak minum). Sekarang ini air minum kita semua menggunakan AMDK (Air Minum Dalam Kemasan). 

Lalu apa yang ICT atau TIK (Teknologi Informasi Komunikasi) bisa lakukan untuk mengontrol, mengurangi penggunaan air tanah yang berlebihan. 

Pertama, mungkin dengan monitoring. Semua orang atau tempat yang memiliki kapasitas pompa yang besar harus dapat dimonitor penggunaan air tanahnya. Dan ini bisa dilakukan dengan teknologi pompa monitoring berbasis teknologi LORA. 

Kedua, mengatur distribusi dan pemakaian air. Semua orang pasti perlu air, tapi apakah mereka menggunakan air dengan hemat, dengan baik? Itulah gunanya mengatur distribusi dan pemakaian air. Dalam pengaturan distribusi, kita harus memastikan air terdistribusi dengan baik, tidak ada kebocoran. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline