Lihat ke Halaman Asli

Selly Fitriyani Wahyu

Undergraduate Student of Padjajaran University

Ada Apa dengan Sineas Indonesia

Diperbarui: 12 Desember 2022   10:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: macrovector

Sineas kembali mewarnai perfilman Indonesia yang sempat redup. Tak jarang film-film tersebut tembus ke kancah internasional berkat alur yang disuguhkan serta sederet nama yang membintanginya. Namun, baru-baru ini film "Like and Share" diboikot massa akibat kasus yang melibatkan salah satu pemerannya. Tidak hanya itu, pernyataan yang diberikan oleh agensi pemeran tersebut seolah menjadi bumerang untuk kian dibanjiri cercaan. Apakah dunia hiburan Indonesia harus segera menerapkan cancel culture?       

Bagaikan Dewa, Publik Figur Jadi Cerminan Publik  

Widyatmoko (2011) dalam Dramaturgi Kalangan Publik Figur mendiktekan bahwa hakikatnya publik figur merupakan sosok yang dikenal masyarakat luas melalui karya yang ditorehkannya ke publik. 

Sejalan dengan penuturan Widyatmoko, Praktiko (1982) memandang terdapat tiga kriteria yang harus dimiliki agar seseorang layak disebut sebagai publik figur. Kriteria tersebut mencakup kepercayaan publik (credibility), kekuatan untuk mempengaruhi atau menjadi tauladan bagi publik (power), serta daya tarik dalam bentuk karakter ataupun fisik (attractiveness). 

Tentu publik figur pun masih bagian dari manusia biasa yang dapat melakukan kesalahan. Akan tetapi, ada beberapa kesalahan yang dinilai fatal dan tidak ditolerir oleh publik. 

Oleh karena itu, kini publik mulai marak menggunakan cancel culture sebagai upaya mendisiplinkan tindakan tercela yang diperbuat oleh publik figur. Secara harfiah, cancel culture diartikan sebagai upaya massa memboikot atau menggugat publik figur bersamaan dengan karya yang dihasilkannya akibat kesalahan fatal yang dilakukan publik figur tersebut tidak mampu ditolerir publik, biasanya menyangkut tindakan asusila.

Kesalahan Fatal yang Mengaburkan Segudang Prestasi

Korea Selatan menjadi negara yang paling terkenal dalam melanggengkan fenomena cancel culture. Salah satu drama yang harus mengulang seluruh produksinya adalah River Where The Moon Rises. 

Skandal pelecehan yang menyeret nama Kim Ji Soo tersebut mengundang respons negatif dari berbagai pihak. Nama Kim Ji Soo dalam sekejap tercoreng, bahkan mendapatkan cancel culture baik dari fans lokal maupun internasional. Tim produksi River Where The Moon Rises akhirnya berani mengambil langkah tegas dengan menggantikan peran Kim Ji Soo demi melanjutkan proses syuting yang sempat molor akibat kasus salah satu pemerannya.

Berkaca dari kejadian tersebut, film Like and Share bernasib sama dengan River Where The Moon Rises. Berbeda dengan langkah yang diambil Yun Sang Ho, Ginatri S. Noer justru tidak acuh pada isu yang sedang menerpa salah satu pemerannya dan memilih melanjutkan penayangannya di seluruh teater Indonesia. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline