Lihat ke Halaman Asli

Sehat Damanik

Pendidikan terakhir magister hukum dari Universitas indonesia dan berprofesi sebagai dosen di Universitas Tarumanegara, STIH Gunung Jati Tangerang dan praktisi hukum.

PKPU: Siasat Debitur Menghindari Utang atau Penyelamatan Perusahaan?

Diperbarui: 28 Juli 2020   18:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: kabar24.bisnis.com

Belakangan ini ada banyak kasus terkait perusahaan yang tidak mampu membayar hutang/kewajibannya kepada Kreditur. Perusahaan-perusahaan yang semula terlihat besar, tiba-tiba goyah dan masuk dalam PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) di Pengadilan Niaga. 

Keadaan ini sontak membuat para kreditur terbangun dari buaian janji manis yang selama ini dia terima, mulai dari bunga yang lebih tinggi dari bank, janji keuntungan dan lain-lain. 

PKPU seyogianya merupakan alternatif penyelesaian utang untuk menghindari kepailitan. PKPU merupakan suatu periode waktu tertentu yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan pengadilan niaga, untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran debitur terhadap utang-utangnya. 

Untuk mencapai homologasi PKPU, maka debitur wajib menyampaikan penjadwalan pembayaran utang dan prospek kelangsungan usaha (corporate business plan) sebelum dilakukan voting. 

Namun ada persoalan yang sangat krusial dalam PKPU, yaitu rendahnya pelindungan terhadap Kreditur, khususnya pengembalian dana secara utuh. Pada bagian lain homologasi (Pengesahan Perdamaian) telah (dimaknai) menjadi legalisasi bagi pengampunan Debitur dari tuntutan pidana, atas dugaan penyelewengan dana.

Salah satu contoh yang terjadi di Pengadilan Niaga DKI Jakarta, yaitu PKPU perusahaan Tour and Travel yang sudah menerima pembayaran puluhan milyar rupiah dari ratusan orang konsumen (kreditur) untuk keperluan pembelian paket perjalanan wisata. Pada hari keberangkatan mereka tidak jadi berangkat karena debitur ternyata tidak melaksanakan kewajibannya. 

Selanjutnya perusahaan tersebut di mohonkan PKPU dan proposal perdamaian disepakati bahwa biaya yang sudah dibayarkan kreditur akan dikembalikan 19 bulan kemudian.

Namun pengembalian dana kreditur tersebut tanpa jaminan, sehingga tidak ada kepastian bahwa dana tersebut benar-benar akan dikembalikan. Debitur hanya menjanjikan akan ada investor baru yang akan membantu pengembalian dana. 

Jika berfikir secara bisnis, tentulah kecil kemungkinan investor akan mau invest kepada perusahaan yang sudah hancur, apalagi kalau asetnya juga tidak ada. Dengan demikian maka pelaksanaan proposal perdamaian dalam contoh di atas kemungkinan juga akan gagal, yang selanjutnya akan berujung pada kepailitan. Jika demikian ujungnya maka Kreditur tentu akan sangat dirugikan dalam kasus tersebut.

PKPU Harusnya Tidak Menghilangkan Ancaman Pidana

Ketidakadilan yang terjadi dengan terlaksananya homologasi adalah adanya anggapan bahwa dengan homologasi maka ancaman pidana bagi dibitur menjadi hilang karena dianggap telah berdamai. Ini tentu keliru karena dalam PKPU yang menjadi objek perdamaian adalah terkait penjadwalan pembayaran utang dan corporate business plan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline