Jika dibilang kota Surabaya vakum dari kegiatan seni pertunjukan sebenarnya tidak juga. Walaupun secara sporadis, masih ada pertunjukan seni yang diadakan oleh sanggar seni, kampus maupun Dinas Kebudayaan Surabaya dan Jawa Timur. Namun jadwalnya tidak teratur. Belum tentu sebulan sekali ada kegiatan. Sehingga cukup pantas jika dikatakan, kota Surabaya miskin kegiatan seni, apalagi sastra dan teater. Padahal sarana & infrastruktur untuk menggelar kegiatan seni cukup tersedia.
Ada tiga ruang seni yang sangat representatif, yakni Gedung Cak Durasim di komplek Taman Budaya Jawa Timur, Jl. Gentengkali Surabaya dan Balai Budaya Surabaya di komplek Balai Pemuda, Jl. Gubernur Suryo No.15 Surabaya, serta House of Sampoerna di Jalan Krembangan Utara. Di tiga lokasi tersebut juga tersedia galeri untuk ruang pamer karya seni rupa. Belum lagi galeri milik perseorangan di beberapa tempat. Selain itu bisa memanfaatkan ruang publik yang banyak tersedia di Surabaya. Baik berupa taman yang dilengkapi area panggung, misalnya Taman Prestasi, Bungkul, Monkasel dan sebagainya.
Masalahnya, walaupun tersedia infrastruktur seni yang memadai, namun akses terhadap fasilitas ini amat terbatas. Banyak seniman atau sanggar seni yang kesulitan mencari tempat untuk pameran, pertunjukan maupun diskusi karena biaya sewa yang mahal dan birokrasi yang berbelit. Akibatnya kegiatan seni di Surabaya tetap dingin, kurang gairah. Salah satu kendala utama memang pada pendanaan.
Kurangnya dukungan pendanaan dari pemerintah, juga menyebabkan sebagian besar seniman masih bergantung pada pendanaan mandiri atau sponsor yang tidak konsisten. Sudah menjadi rahasia umum, sangat sulit menjaring sponsor untuk sebuah acara sastra, teater maupun pameran lukisan. Di sisi lain, lembaga kesenian belum dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Apalagi terdengar kabar, sekarang ini dana pemerintah kota untuk kesenian hanya dapat disalurkan kepada lembaga yang telah memiliki SK Walikota.
Namun ada angin segar yang cukup melegakan, bahwa kota Surabaya mulai bangkit dari tidur panjang kegiatan seni. Adalah Jil Kalaran, pada awal Mei 2025 lalu berinisiatif mendirikan Forum Pegiat Kesenian Surabaya (FPKS) dan langsung menggebrak gelar pertunjukan di teras depan Dewan Kesenian Surabaya (DKS) komplek Balai Pemuda, pada tanggal 13 Mei 2025. Bertajuk "Surabaya Hari Ini" pertunjukan itu menampilkan seni sastra (baca puisi), monolog dan musik dilengkapi orasi kebudayaan. Tampil sejumlah penyair, seniman teater dan pemusik akustik.
Walaupun digelar sangat sederhana, pertunjukan itu mampu mendatangkan banyak penonton, terutama para seniman Surabaya yang juga memanfaatkan untuk ajang reuni dan silaturahmi. Tampil sejumlah penyair, pemusik dan tokoh teater , antara lain Tengsoe Tjahyono, Autar Abdillah, Imung Mulyanto, Aming Aminoedhin, Meimura, Heti Palestina, Arul Lamandau, Prof Ruby dan sederet nama lain.
Di bulan Juni, FPKS menggelar lagi "Surabaya Hari Ini #2" di Galeri DKS. Menampilkan baca puisi, musik oleh Bambang SP dan Eddy Jenggot, teater tari Irfan Gepeng, monolog Jeremiah Earvin, gelaran seni rupa oleh Budi Bi & Ami Tri serta orasi budaya oleh Henri Nurcahyo.
Dan di bulan Juli ini, "Surabaya Hari ini #3" akan digelar di tempat yang sama pada hari Senin, 21 Juli 2025 mulai pukul 19.00 WIB. Kali ini menampilkan komunitas seni di Surabaya. Antara lain, Komunitas Poss, Teater Gapus Unair, Komunitas Jawiswara Unesa, Sawung Indonesia, Seduluran Semanggi Suroboyo dan Komunitas Surabaya Musik Time. Sedangkan Orasi Budaya oleh Arif Afandi, mantan Wakil Walikota Surabaya periode 2005-2010.
Selain itu di bulan Juni 2025, FPKS juga mengadakan workshop penulisan kreatif, khususnya karya puisi, yang diadakan di ruang Perpustakaan Kota Surabaya di komplek Balai Pemuda. Tujuan akhir dari workshop yang diadakan secara gratis ini menghasilkan buku antologi puisi karya para peserta workshop dengan tema yang sudah ditentukan panitia.
Pertanyaannya, darimana pendanaan kegiatan tersebut diperoleh ?
"Murni saweran para seniman dan simpatisan" jawab Jil, mantan wartawan harian Surabaya Post itu, tegas. Menurut Jil, FPKS dibentuk sebagai ungkapan keprihatinan para seniman terhadap perkembangan kesenian di Surabaya yang adem ayem, nyaris tidak ada gerakan. FPKS dibentuk dengan mengusung budaya Arek yang terbuka, egaliter dan semangat gotong royong atau rewang. Kesuksesan penyelenggaraan "Surabaya Hari Ini#1" pada 13 Mei 2025 lalu menjadi daya dorong semangat kebersamaan para seniman untuk unjuk karya, menjadikan kota Surabaya menjadi pusat kegiatan seni yang dinamis, mengejar ketertinggalan dengan kota-kota kreatif lainnya di Indonesia, bahkan dunia.