Lihat ke Halaman Asli

Menikmati Larangan Mudik

Diperbarui: 12 Mei 2021   21:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Akhirnya larangan saat mudik pun datang. Larangan mudikpun diberlakukan. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, menjelang lebaran tahun ini media massa dipenuhi dengan berita usaha orang untuk menerobos larangan tersebut. 

Larangan pemerintah agar tidak mudik sudah di-launching jauh-jauh hari. Rupanya sejauh hari itu pula banyak para calon pemudik siap-siap bagaimana caranya bisa tetap mudik. Banyak beredar berita di media sosial tentang penerobosan larangan mudik di beberapa daerah dan terkesan heroik, penuh perjuangan. Di beberapa tempat diberitakan pemudik dan petugas sama-sama sibuk menunaikan hajat dan tugasnya masing-masing. Macet, panas, kantuk dan risiko berat adalah tantangan yang harus hadapi. 

Fenomena ini memperlihatkan bahwa larangan mudik lebih dipahami sebagai sebuah peraturan. Seperti peraturan lalu lintas biasa lainnya, dianggap sebagai sebuah peraturan yang dibuat untuk dilanggar. Mudah sekali untuk menemui di sekitar kita adanya pelanggaran peraturan lalu lintas, hamper terjadi setiap hari. 

Bukan mustahil, diam-diam kita pun melakukannya dengan perasaan ringan-ringan saja. Pelanggaran lampu lalu lintas, tidak mengenakan helm saat berkendara bermotor roda dua, tidak memasang sabuk pengaman saat naik mobil, tidak memiliki SIM, belum cukup umur dan banyak contoh lainnya. 

Meskipun peraturan itu dibuat demi keselamatan pemakai kendaraan bermotor dan para pemakai jalan lain, tetap saja banyak yang melanggar. Sebagaimana si pelanggar peraturan lalu lintas, rupanya pemudik juga tidak mau tahu latar belakang pelarangan mudik. 

Apalagi ini adalah pelarangan mudik tahun ke-dua. Mungkin saja di antara para pemudik sekarang ini juga menjadi tahun ke-dua tidak mudik. Ditambah, tidak ada yang tahu pasti apakah tahun depan masih dilarang atau sudah bisa mudik. Oleh karena itu "kengototan" para pemudik sekarang tampak lebih tinggi. 

Mudik ini memang peristiwa luar biasa. Peristiwa tahunan yang diimpi-impikan para perantau, bisa pulang kampung ketemu sanak family dan handai taulan. Sebuah momen silaturahim yang bisa berfungsi ganda. Selain obat kangen, juga semacam charger atau energizer jiwa. 

Di sisi lain, bagi pemerintah, pelarangan mudik adalah perkara keselamatan nasional. Pelarangan mudik tidak sama dengan peraturan wajib memakai helm dan sabuk pengaman. Pelarangan ini berkaitan dengan risiko tinggi terjadinya penularan covid-19 di masa pandemic yang disebabkan oleh tingginya mobilitas manusia. 

Banyak contoh kelam bencana pandemi covid-19. India adalah contoh mengerikan bagaimana covid-19 menjadi bencana setelah masyarakat dan pemerintahnya terlalu percaya diri dan abai terhadap risiko penyebaran virus ini. Virus strain baru yang sudah mengalami mutasi genetik dengan daya serang lebih dahsyat, tidak terbendung. 

Lalu, seperti awal penyebaran covid-19 dari Wuhan, penularan varian baru ini ke seluruh dunia diperkirakan tidak perlu menunggu waktu berbulan-bulan. Apalagi virus ini menyerang tanpa pilih-pilih korban. Ibaratnya, apapun partainya siapapun bisa menjadi korban.   

Bagi Anda yang sudah berhasil mudik, hari ini mestinya sudah sampai kampung halaman. Selamat atas keberhasilan Anda bisa merayakan hari lebaran bersama keluarga dan handai tolan. Semoga bahagia dan sehat selalu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline