Lihat ke Halaman Asli

Sarianto Togatorop

Pengajar yang menyukai kebebasan

"Mana Cukup?", Awal Mula Niat Korupsi dalam Pekerjaan

Diperbarui: 28 Juni 2020   03:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi gaji yang sedikit (THINKSTOCKS/FITRIYANTOANDI via ekonomi.kompas.com)

Di tahun-tahun awal karir saya, tentu saya menjalani masa percobaan dan hanya menerima gaji sekitar 80% dari gaji penuh saya. Dan kalau dihitung-hitung pada masa itu, jumlahnya masih sekitar 1,6 juta dalam satu bulannya. Berbeda drastis dengan pekerjaan saya sebelumnya yang sudah mendapat angka penghasilan lebih dari itu.

Siapa yang tak ingin penghasilan yang besar. Semua pasti ingin. Namun jika situasinya adalah gaji yang ditetapkan untuk seorang pegawai baru sesuai ketentuan yang ada, maka saya yakin jumlah itu sudah dipertimbangkan. Dah harus cukup untuk diri saya sendiri.

Bas, teman saya. Sudah berkeluarga dengan 1 orang anak pada masa itu. Hidup dengan gaji belum mencapai angka 2 juta dengan tanggungan istri dan anak tentu berat. Terlebih masih dalam masa percobaan. Penghasilan belum penuh.

Berbeda sekali dengan Johan, berbeda unit kerja dengan saya. Masih single, tinggal dengan orangtua yang masih menanggung hidupnya. Penghasilannya sepenuhnya untuk dirinya. Namun masih mengeluh bahwa gajinya tidak cukup untuk dirinya. 

Bas sampai geleng-geleng kepala setiap kali mendengar keluh kesah Johan. Maklum, Johan anak yang cukup berada dan gaya hidup mewah. Lalu kenapa menerima pekerjaan ini kalau sudah tau penghasilannya tak seberapa?

Gaya Hidup
Salah satu penyebab utama penghasilan yang tak pernah cukup adalah gaya hidup. Kebiasaan hidup tidak menyesuaikan dengan penghasilan menjadi penyebab kebangkrutan perekonomian diri atau keluarga bagi yang sudah berumah tangga.

Bas dan Johan penghasilannya sama besarnya. Dengan gaji yang sama, Bas masih menghidupi anak dan istrinya. Sementara Johan hanya untuk dirinya sendiri. 

Istri Bas memang menerapkan gaya hidup sesuai standar gaji suami. Belanja sesuai kebutuhan dan menahan pengeluaran untuk hal-hal yang tidak penting. Sebisa mungkin berhemat, mengupayakan ada tabungan untuk jaga-jaga pada suatu keadaan yang tidak terduga.

Beda dengan Johan. Hidup single, jalan ke sana ke mari, nongkrong sana sini, belanja ini dan itu dan menggunakan barang serba bermerek. Penghasilan tentu tak mencukupi. Padahal untuk makan, Johan masih bergantung pada orangtua.

Jika dengan jumlah uang yang sama, Bas mampu menghidupi keluarganya, sementara Johan tak cukup untuk menghidupi dirinya sendiri, maka masalahnya bukan di jumlah uangnya. Namun penggunaannya. 

Istri Bas dapat mengatur keuangan dengan ketat. Menerapkan gaya hidup yang sesuai dengan gaji suami. Segala pengeluaran diperketat sehingga gaji suami cukup untuk sebulan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline