Lihat ke Halaman Asli

Menjelajahi Figura Bahasa dalam Kumpulan Puisi yang Memikat

Diperbarui: 21 Juni 2023   07:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Identitas Buku

Judul Buku      : Kumpulan Puisi "Ikan adalah Pertapa"

Pengarang       : Ko Hyeong Ryeol

Penerjemah      : Kim Young Soo dan Nenden Llilis Aisyah

Penerbit           : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)

Tahun Terbit   : 2023

Tebal               : 282 halaman

 

Ko Hyeong Ryeol, lahir di pantai utara kota Sokcho, Provinsi Gangwon Korea pada tanggal 8 November 1954, setahun setelah berakhirnya Perang Korea (1950-1953). Pada usia delapan belas tahun, ia meninggalkan rumah dan bekerja di berbagai tempat seperti kuil, pabrik pemecah batu, dan pabrik roti. Setelah kepergian ayahnya, Ko Hyeong Ryeol kembali ke kota Sokcho dan mulai bekerja sebagai pegawai pemerintah di daerah pantai timur Korea.

Pada tahun 1979, Ko Hyeong Ryeol membuat debutnya dalam dunia sastra dengan puisi berjudul "Chuangtzu" yang diterbitkan dalam majalah sastra Hyundaemoonhak. Pada musim semi tahun 1985, ia menerbitkan buku kumpulan puisi pertamanya yang berjudul "Perkebunan Semangka Puncak Daechong". Sejak itu, Ko Hyeong Ryeol secara aktif menerbitkan kumpulan-kumpulan puisi lainnya, termasuk "Bunga Embun Beku", "Buddha Salju", "Bagaimana Kabarnya Kota Seoul" yang merupakan kumpulan puisi ekologi tentang alam, "Aku tidak berada di Candi Erdene Zuu", dan "Pada Saat Merenung Hal-hal yang Kuno". Selain itu, ia juga menerbitkan kumpulan puisi "Anak Kembar Samudera" bersama penyair Vietnam, Mai Van Phan. 

Buku "Ikan adalah Pertapa" karya Ko Hyeong Ryeol, yang diterjemahkan oleh Kim Yong Soo dan Nenden Lilis Aisyah, merupakan sebuah karya sastra yang menarik perhatian. Dalam buku ini terdapat puisi pembuka yang menarik berjudul "Mulai Gelap di Indonesia". Pada halaman awal buku ini, Maman S. Mahayana, seorang penyair dan kritikus sastra, berpendapat, "Membaca puisi-puisi penyair Ko Hyeong Ryeol, kita seperti berhadapan dengan kilatan-kilatan gagasan yang hinggap di satu objek tertentu, lalu melompat ke entitas yang lain." Puisi ini memikat pembaca dengan penggunaan kata-kata metafora yang kuat, seperti dalam baris "tiba di sekitar khatulistiwa yang tidak tersentuh oleh ujung jari pelukan". Hal ini membuat pembaca dapat membayangkan suasana berada di ruang terbuka pada sore hari dengan angin sepoi-sepoi yang menerpa wajah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline