Lihat ke Halaman Asli

Salmun Ndun

Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain

Langit Jadi Atap, Sinyal Jadi Harapan Demi Terlaksana ANBK

Diperbarui: 10 Oktober 2025   22:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Input gambar: Facebook, pelaksanaan ANBK SD Inaoe, Rote Ndao di titik sinyal

LANGIT JADI ATAP, SINYAL JADI HARAPAN DEMI TERLAKSANA ANBK 

*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao

Perjuangan beberapa sekolah pinggiran di kabupaten Rote Ndao yang berada di pelosok negeri ini masih dijumpai mengalami kesulitan dalam melaksanakan ujian ANBK. Para guru dan peserta didik harus keluar dari ruang kelas untuk pergi mencari titik sinyal sebagai harapan untuk melaksanakan ujian ANBK. Kondisi ini menggambarkan betapa jarak geografis dan keterbatasan infrastruktur digital masih menjadi tembok pemisah antara semangat belajar dan kesempatan yang seharusnya merata.

Di saat sekolah-sekolah di kota telah menikmati ruang kelas berpendingin dan jaringan internet stabil, sekolah-sekolah di ujung negeri justru menjadikan langit terbuka sebagai atap dan bukit sebagai laboratorium ketekunan. Mereka bukan sekadar berjuang untuk mengikuti ujian, tetapi berjuang untuk diakui bahwa mereka pun layak menjadi bagian dari Indonesia yang melek digital.

Input gambar: facebooknya fiktoriaadu adu, SD Gmit Oelolot berada di lokasi titik sinyal untuk ujian ANBK

Potret perjuangan mencari sinyal untuk pelaksanaan ANBK bukan hanya cerita teknis tentang lemahnya jaringan, melainkan kisah kemanusiaan tentang kuatnya tekad pendidik dan pelajar dalam menjemput masa depan. Di arena terbuka yang jauh dari pemukiman, guru-guru membawa laptop dan modem dengan hati-hati, sementara para murid menatap langit berharap satu batang sinyal muncul di layar ponsel. Setiap langkah mereka di jalan tanah adalah doa agar sistem tak gagal, agar data bisa dikirim, agar mereka tak tertinggal oleh zaman.

Langit telah menjadi saksi betapa semangat belajar tak bisa dibatasi oleh lemahnya sinyal, dan setiap tetes keringat yang jatuh di tanah itu adalah simbol cinta pada pendidikan. Dalam diam, perjuangan mereka mengajarkan bangsa ini: bahwa kemajuan sejati bukan hanya soal kecepatan internet, tetapi tentang kekuatan hati untuk terus berusaha meski koneksi sering terputus.

Bila membayangkan saat pelaksanaan ujian ANBK berlangsung di ruang terbuka dengan langit cerah yang tiba-tiba berubah menjadi hujan, maka situasi itu tentu menjadi tantangan besar bagi para peserta dan guru. Laptop, modem, serta peralatan listrik yang seadanya akan terancam rusak, bahkan ujian bisa terhenti seketika karena tidak ada tempat berlindung. Sementara murid-murid yang duduk di bawah pepohonan atau beratapkan langit hanya bisa menggenggam harapan agar ujian tetap bisa dilanjutkan. Pemandangan seperti ini menunjukkan rapuhnya fasilitas pendidikan di pelosok negeri yang masih bergantung pada cuaca, sekaligus mengingatkan kita bahwa di balik setiap nilai ujian, ada perjuangan yang kadang tidak terlihat penuh perjuangan di tengah keterbatasan.

Input gambar: facebooknya fiktoriaadu adu

Sebuah realita antara sinyal lemah dan semangat yang kuat, tersimpan realitas getir tentang ketimpangan digital yang masih membelit dunia pendidikan kita. Di banyak daerah pelosok, dijumpai akses internet masih menjadi kemewahan yang sulit dijangkau. ANBK yang sejatinya dirancang sebagai alat ukur kemajuan belajar, justru menjadi ujian bagi daya tahan dan kreativitas sekolah-sekolah yang belum tersentuh jaringan memadai.

Para guru harus berimprovisasi, dari membuat jadwal bergantian hingga meminjam perangkat pribadi demi memastikan ujian tetap terlaksana. Sementara di sisi lain, sekolah-sekolah di perkotaan dapat menjalankan ANBK dengan lancar tanpa hambatan teknis. Ketimpangan ini memperlihatkan bahwa teknologi belum sepenuhnya menjadi jembatan keadilan, melainkan masih menjadi tembok pemisah antara pusat dan pinggiran, antara mereka yang mudah terhubung dan mereka yang sementara terus berjuang keras untuk mendapatkan satu batang sinyal.

Input gambar: facebook fiktoriaadu adu

Keteguhan guru dan murid di lapangan tampak begitu nyata ketika mereka bersama-sama berjalan mencari sinyal agar ANBK dapat terlaksana. Di tengah terik matahari atau hembusan angin kencang, para guru dengan sabar menuntun murid-muridnya membawa laptop, modem, dan meja kecil menuju tempat yang dianggap memiliki jaringan paling kuat. Anak-anak itu melangkah dengan semangatnya, menenteng harapan agar sinyal tidak terputus di tengah ujian. Mereka tidak mengeluh, justru menatap layar dengan wajah penuh semangat seolah setiap bar sinyal yang muncul adalah hadiah perjuangan.

Dari pemandangan sederhana ini, kita belajar bahwa pendidikan bukan semata-mata tentang kelengkapan fasilitas, tetapi tentang tekad untuk belajar meski langit menjadi atap dan bumi menjadi alas. Di sanalah makna sejati dari kata "berjuang untuk belajar" menemukan bentuknya, tulus, bersahaja, namun penuh daya hidup.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline