LANGIT JADI ATAP, SINYAL JADI HARAPAN DEMI TERLAKSANA ANBK
*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao
Perjuangan beberapa sekolah pinggiran di kabupaten Rote Ndao yang berada di pelosok negeri ini masih dijumpai mengalami kesulitan dalam melaksanakan ujian ANBK. Para guru dan peserta didik harus keluar dari ruang kelas untuk pergi mencari titik sinyal sebagai harapan untuk melaksanakan ujian ANBK. Kondisi ini menggambarkan betapa jarak geografis dan keterbatasan infrastruktur digital masih menjadi tembok pemisah antara semangat belajar dan kesempatan yang seharusnya merata.
Di saat sekolah-sekolah di kota telah menikmati ruang kelas berpendingin dan jaringan internet stabil, sekolah-sekolah di ujung negeri justru menjadikan langit terbuka sebagai atap dan bukit sebagai laboratorium ketekunan. Mereka bukan sekadar berjuang untuk mengikuti ujian, tetapi berjuang untuk diakui bahwa mereka pun layak menjadi bagian dari Indonesia yang melek digital.
Input gambar: facebooknya fiktoriaadu adu, SD Gmit Oelolot berada di lokasi titik sinyal untuk ujian ANBK
Langit telah menjadi saksi betapa semangat belajar tak bisa dibatasi oleh lemahnya sinyal, dan setiap tetes keringat yang jatuh di tanah itu adalah simbol cinta pada pendidikan. Dalam diam, perjuangan mereka mengajarkan bangsa ini: bahwa kemajuan sejati bukan hanya soal kecepatan internet, tetapi tentang kekuatan hati untuk terus berusaha meski koneksi sering terputus.
Bila membayangkan saat pelaksanaan ujian ANBK berlangsung di ruang terbuka dengan langit cerah yang tiba-tiba berubah menjadi hujan, maka situasi itu tentu menjadi tantangan besar bagi para peserta dan guru. Laptop, modem, serta peralatan listrik yang seadanya akan terancam rusak, bahkan ujian bisa terhenti seketika karena tidak ada tempat berlindung. Sementara murid-murid yang duduk di bawah pepohonan atau beratapkan langit hanya bisa menggenggam harapan agar ujian tetap bisa dilanjutkan. Pemandangan seperti ini menunjukkan rapuhnya fasilitas pendidikan di pelosok negeri yang masih bergantung pada cuaca, sekaligus mengingatkan kita bahwa di balik setiap nilai ujian, ada perjuangan yang kadang tidak terlihat penuh perjuangan di tengah keterbatasan.
Input gambar: facebooknya fiktoriaadu adu
Para guru harus berimprovisasi, dari membuat jadwal bergantian hingga meminjam perangkat pribadi demi memastikan ujian tetap terlaksana. Sementara di sisi lain, sekolah-sekolah di perkotaan dapat menjalankan ANBK dengan lancar tanpa hambatan teknis. Ketimpangan ini memperlihatkan bahwa teknologi belum sepenuhnya menjadi jembatan keadilan, melainkan masih menjadi tembok pemisah antara pusat dan pinggiran, antara mereka yang mudah terhubung dan mereka yang sementara terus berjuang keras untuk mendapatkan satu batang sinyal.
Input gambar: facebook fiktoriaadu adu
Dari pemandangan sederhana ini, kita belajar bahwa pendidikan bukan semata-mata tentang kelengkapan fasilitas, tetapi tentang tekad untuk belajar meski langit menjadi atap dan bumi menjadi alas. Di sanalah makna sejati dari kata "berjuang untuk belajar" menemukan bentuknya, tulus, bersahaja, namun penuh daya hidup.