Lihat ke Halaman Asli

syarifuddin abdullah

TERVERIFIKASI

Penikmat Seni dan Perjalanan

Belantara Politik Nasional

Diperbarui: 8 Agustus 2018   12:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

merdeka.com

Menjelang deadline periode pendaftaran bakal Capres-Cawapres, suasana politik nasional Indonesia samar-samar tampak seperti Sherwood Forest (belantara Sherwood yang berhantu dan penuh jebakan dalam film Robinhood), di mana tiap orang dan/atau kelompok memegang "kompas"-nya masing-masing.

Semua pihak tentu kencang bersuara: menjunjung tinggi Konstitusi dan Pancasila. Tapi masing-masing kubu juga berupaya berargumen sambil mengamankan kesimpulannya, dengan  bumbu retorika yang sering kurang meyakinkan.

Setidaknya ada tiga arus utama yang coba diadvokasi, yang sebenarnya bukan hal baru dalam sejarah politik nasional. Tapi hari-hari ini, tampak ada upaya untuk memompa adrenalin primordial publik, dengan satu tujuan utama: popularitas yang diharapkan menjelma jadi elektabiltas.

Pertama, "arus nasionalis", yang diasumsikan menempel pada satu kubu.

Kedua, "arus keumatan", yang juga diasumsikan menempel pada kubu yang lain.

Ketiga, arus yang meruapakan konsekuensi logis dari dua arus pertama: publik yang tampaknya tidak memahami secara utuh tentang dua arus utama tersebut. Publik tampak tidak memiliki acuan referensi yang ajek untuk menyikapinya secara rasional. Akibatnya, publik terkesan terombang-ambing di antara dua bandul arus utama itu. Sering lebih mengikuti emosi primaordialnya.

Meski dua kubu pertama masing-masing berupaya menggabungkan dua arus utama itu (nasionalis dan keumatan), tapi labelling yang diasumsikan sejak awal melekat di masing-masing kubu, tetap lebih mengemuka.

Dan kesimpulan awalnya mudah ditebak: pertarungan dua arus utama tersebut akan semakin meruncing setalah masing-masing kubu mendeklarasikan pasangan calonnya pada 10 Agustus 2018, yang akan terus bereskalasi, mungkin secara liar, sampai pengumuman quick-count pada hari pencoblosan 17 April 2018. Masing-masing kubu akan memaksimalkan sumberdayanya, dengan segala tetek bengeknya, selama kurang lebih 8 bulan ke depan (10 Agustus 2018 sampai 17 April 2019).

Selama periode itu, "kecemasan" dalam arti takut kalah, akan relatif konstan di masing-masing kubu, dan itu normal dalam tiap kontestasi massal, yang tentu akan berujung pada eksekusi tiap gagasan di lapangan. Dan di sinilah akan terjadi pertaruhan yang sulit diprediksi ujungnya akan berakhir seperti apa.

Kita semua berharap, selama periode 8 bulan ke depan, masing-masing kubu dan publik dapat secara genuine dan rasional untuk mengedepankan acuan Konstitusi, sebagai kompas utama dalam melakoni persaingan merebut elektabilitas. Karena memelihara keutuhan nation-state jauh lebih penting dan utama dibanding pertaruhan lima tahunan.

Syarifuddin Abdullah | 08 Agustus 2018/ 26 Dzul-qa'dah 1439H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline