Lihat ke Halaman Asli

Rutan Kelas IIB Baturaja

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Sumatera Selatan

Amnesti, "Overcrowding" Lapas, dan Overkriminalisasi

Diperbarui: 5 Agustus 2025   16:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Republik Indonesia, Agus Andrianto 

JAKARTA -- Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Republik Indonesia, Agus Andrianto mengungkapkan bahwa dalam politik hukum, ada saat ketika negara harus melangkah keluar dari teks hukum demi menyelamatkan semangat keadilan substansial.

"Dalam logika hukum biasa, kejahatan semacam itu, akan ditangani sebagai peristiwa individual. Namun dalam logika etik politik, ketika pada derajat tertentu kejahatan dipandang meluas dan masif, maka negara perlu keluar dari teks hukum demi menyelamatkan semangat keadilan substantif," ujar Menteri Imipas, Agus Andrianto.

Dikatakan Agus, bahwa Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada 116 ribu narapidana, sebagian besar di antaranya adalah korban dari ketimpangan hukum yang disorientasi.

Seperti pengguna narkotika yang seharusnya direhabilitasi, warga binaan dengan gangguan kejiwaan, pelanggar protokol yang terkena UU Kekarantinaan, orang-orang yang dihukum karena mengkritik kekuasaan lewat media sosial, dan sebagainya.

Amnesti bukanlah membatalkan kejahatan. Melainkan suatu bentuk pengakuan negara bahwa pada kondisi tertentu, sistem hukum tidak mampu menangani suatu pelanggaran secara adil dan manusiawi. Amnesti bisa jadi adalah bentuk permintaan maaf negara pada korban overkriminalisasi.

Di masa lalu, amnesti diberikan kepada korban politik. Namun dalam konteks saat ini, amnesti juga bisa diberikan kepada korban kejahatan struktural akibat sistem hukum yang disfungsional. Amnesti menjadi semacam koreksi terhadap kegagalan struktural sistem hukum.

Konteks ini juga terlihat dari struktur penghuni lembaga pemasyarakatan yang saat ini mengalami overcrowding. Amnesti menjadi bentuk respons negara terhadap masalah kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan dan overkriminalisasi.

"Overcrowding" dan Overkriminalisasi
Diskriminasi sosial juga tampak dari struktur penghuni lapas yang mayoritas berasal dari kelompok miskin dan tidak terdidik. Sementara kelompok elite dengan pelanggaran berat cenderung mendapatkan perlakuan khusus, bahkan kebal hukum.

Dalam A Theory of Justice, John Rawls menyatakan bahwa keadilan harus dilihat dari perspektif orang yang tidak tahu posisi sosialnya dalam masyarakat. Jika sistem hukum dilihat dari perspektif tersebut, maka sangat mungkin sistem hukum akan mengutamakan prinsip kesetaraan dan keadilan bagi masyarakat.

Di sinilah letak keadilan kebijakan amnesti. Ia bukan semata pengampunan, melainkan sebagai bagian dari keadilan distributif, yakni distribusi rasa keadilan bagi masyarakat.

Data Ditjen PAS menunjukkan, lebih dari 53 persen penghuni lapas adalah pengguna narkotika. Pengguna narkotika mestinya direhabilitasi, bukan dipenjara. Kita menjadikan mereka sebagai narapidana, lalu membiarkan mereka ke lapas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline