Sebagai pecinta mi ayam, sebisa mungkin saya mengonsumsinya di tempat, alias tidak dibawa pulang. Jika dibungkus untuk dinikmati di rumah, rasanya seperti berubah.
Nah, ada beberapa alasan kenapa mi ayam yang dibungkus sering bikin kecewa. Yuk, kita bahas dari yang ilmiah sampai yang sedikit... mistik.
Uap Panas: Si Pembunuh Tekstur Mi
Begini ceritanya, mi ayam itu baru dimasak saat ada yang memesan. Dibuat masih segar, panas, wangi, semua bumbu meresap sempurna. Tapi jika di-takeaway, mi itu langsung dibungkus dalam plastik atau kertas saat masih mengepul-ngepul penuh semangat. Uap panas yang terperangkap di dalam kemasan itu punya efek jahat: overcooking.
Mi yang sudah pas banget tingkat kematangannya, tiba-tiba harus menghadapi sesi steam bath dadakan di perjalanan. Akhirnya tekstur kenyal mi berubah jadi lembek berair. Kalau sausnya banyak, mi-nya jadi semacam bubur bersaus. Sedih, kan?
Belum lagi soal topping-nya. Ayam kecapnya jadi terlalu basah, sayurannya jadi tambah lembek, dan kuah kalau dicampur malah bikin mi tambah becek.
Intinya, mi ayam yang sempurna itu punya durasi hidup optimal yang cuma beberapa menit setelah diangkat dari panci. Lewat dari itu? Ya, hasilnya seperti yang sering kamu rasakan.
Plastik, Wadah yang Bikin Rusak Rasa
FYI, beberapa bungkus plastik yang sering dipakai tukang mi ayam itu bisa memberi rasa tambahan. Dan bukan tambah enak ya.
Panas dari mi bisa bikin bahan kimia dari plastik lepas dan meresap ke makanan. Ini yang bikin mi ayam kamu rasanya "kok beda, ya?". Kalau kamu sering merasa ada aftertaste aneh, mungkin plastiknya jadi biang keroknya.
Solusinya? Kalau memungkinkan, minta mi ayamnya dibungkus pakai wadah sendiri yang kamu bawa dari rumah. Emang agak ribet, tapi worth it kalau kamu mau rasanya lebih autentik.
Alasan Mistik: Diludahi Makhluk Tak Kasat Mata
Oke, ini bagian yang menurut saya tidak logis dan jadi mitos. Ada orang yang percaya kalau makanan, termasuk mi ayam, yang dibawa pulang itu menjadi kurang sedap karena sudah tidak terkena lagi daya magis si "penglarisnya".