Lihat ke Halaman Asli

Robbi Khadafi

Tukang Ketik

Ini Penyebab KPK "Tidak Bosan" OTT Anggota DPR

Diperbarui: 8 Agustus 2019   18:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gedung DPR RI: rakyatdigital.com

Tidak ada bosannya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap anggota DPR. Kali ini lembaga antirasuah itu menangkap Anggota DPR RI Komisi VI dari Fraksi PDIP Nyoman Dhamantra, hari ini.

Petugas KPK menjemput Nyoman di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng untuk menjalani pemeriksaan. Langkah KPK itu melanjutkan OTT yang menjaring 11 orang terkait kasus dugaan suap impor bawang putih.

Di antara yang ditangkap dalam OTT itu, adalah asisten Nyoman. Lembaga pimpinan Agus Rahardjo ini mengamankan barang bukti transfer sekitar Rp 2M. Selain itu, dari orang kepercayaan anggota DPR tersebut ditemukan sejumlah mata uang asing berupa USD yang masih dalam proses perhitungan dan penelusuran.

KPK menduga uang tersebut akan diberikan kepada seorang anggota DPR dari komisi yang bertugas di bidang Perdagangan, Perindustrian, dan Investasi. Sampai hari ini, KPK masih memeriksa 11 orang yang terjaring dalam OTT tersebut.

Pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Achmad, berpendapat bahwa proses hukum di KPK terkait OTT anggota DPR itu tidak perlu izin presiden. Pasalnya, seseorang yang tertangkap OTT oleh KPK dipastikan terbukti sebagai pelaku korupsi.

"Tidak harus izin Presiden anggota DPR kena OTT oleh KPK. Apalagi ini OTT," kata Suparji Achmad di Jakarta, Kamis (8/8/2019).

Menurut Suparji, OTT terhadap anggota DPR ini masih terjadi karena hukuman belum memberikan efek jera dan mengubah mental dari elite politik itu sendiri. "Orang menjadi tidak takut korupsi. Apes saja mereka tertangkap," ujarnya.

Lebih lanjut Suparji mengatakan perlu dilakukan pemiskinan aset koruptor agar jera. Pasalnya, selama ini Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tidak efektif. Pejabat negara yang sudah lama menjabat berpotensi memiliki simpanan kekayaan yang besar. "Beda kalau dimiskinkan prosesnya," katanya.

Masalah lainnya yakni tidak tuntasnya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh penegak hukum. Kasus-kasus besar seperti kasus BLBI, Century, e-KTP masih menjadi misteri. "Potensi yang lain masih banyak yang harus dijerat tapi tidak dilakukan. Ini berpengaruh orang melakukan korupsi," tuturnya.

Faktor lainnya yakni biaya politik yang besar. Misalnya, bisa saja OTT oleh KPK kali ini karena hutang kampanye Pemilihan Legislatif atau Pileg 2019 lalu. Bisa juga untuk persiapan biaya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020. Atau bisa juga untuk acara partai yang membutuhkan biaya yang besar dan kader ikut bertanggung jawab.

Pencegahan
Ketua Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia ini menjabarkan solusi agar OTT anggota DPR ini bisa dicegah. Pertama, rektutmen elite parpol dan jabatan publik harus selektif. Utamanya mereka harus sudah selesai dengan masalah pribadinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline