Lihat ke Halaman Asli

Rizoelart

Seniman

bukan kudeta ,tapi rasanya mirip

Diperbarui: 24 Juli 2025   03:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

By Franois Bouchot - www.histoire-image.org (direct link), Public Domain, https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=304325

Dulu, kudeta datang para tentara dan bau mesiu. Kini, kudeta datang lewat meja rapat, keputusan hukum, dan lobi lobi senyap. Kita tidak ada lagi suara tembakan, tapi kita merasakan pertempuran suara peluru ini di hati,ketika suara rakyat dipelintir, ketika hukum seolah hanya tajam ke bawah, dan ketika kekuasaan berpindah tanpa kita sadari.

Kudeta hari ini tidak butuh lagi senjata. Ia cukup memakai wajah demokrasi, sambil perlahan mengupas nilai nilai yang membuat demokrasi itu hidup. Dan kita semua, menjadi saksi atau mungkin korban yang pelan pelan terbiasa.

lukisan karya yos suprapto

Gejala Gejala Kudeta Halus di Indonesia Saat Ini

Di negara demokrasi, kekuasaan seharusnya lahir dari rakyat, dijalankan oleh pemimpin yang dipilih secara adil, dan dikontrol oleh hukum yang berpihak pada keadilan. Tapi, apa jadinya jika semua itu hanya tampak di permukaan?

Beberapa gejala yang kini terasa seperti aroma aroma  kudeta versi modern antara lain:

https://asset.kompas.com/crops/Tti60p-Kef30PpuOPpoz1NeOqVo=/0x0:0x0/1200x800/data/photo/2025/04/24/6809b4aa46d5e.jpg

1. Aturan yang Bisa Disesuaikan

Ketika aturan bisa berubah tergantung siapa yang sedang memegang palu sidang, kita mulai bertanya: hukum masih jadi fondasi, atau sudah jadi alat? Jika masa jabatan bisa diperpanjang, atau batasan bisa direvisi secara mendadak, siapa sebenarnya yang dilindungi?

https://fahum.umsu.ac.id/berita/wp-content/uploads/2024/10/peran-lembaga-lembaga-negara-indonesia-750x375.jpg

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline